Arsip mommy

My Photo
Name:
Location: Indonesia

Pemesanan bisa dilakukan melalui : e-mail rizwananazkia@gmail.com SMS : 0811-847662 FB : rizwana & azkia

Wednesday, February 23, 2005

Pembiayaan Syariah – Alternatif Pengembangan Pembiayaan Modal Ventura Indonesia

(disusun oleh: Muhammad Gunawan Yasni, SE Ak., MM)

Pendahuluan

Telah dipergunakan dalam perkembangan industri modal ventura Indonesia (yang terwakili dengan keberadaan Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modal Ventura Daerah setiap propinsi di Indonesia), tiga instrumen pembiayaan, yaitu Saham, Obligasi Konversi dan Bagi Hasil. Perjalanan ketiga instrumen pembiayaan tersebut telah mengalami pasang surut yang sangat significant sesuai dengan pasang surut perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia di penghabisan abad 20 telah menjadikan instrumen pembiayaan Saham dan Obligasi Konversi menjadi sangat kurang diminati oleh modal ventura Indonesia karena pengaruh negatif langsung yang besar terhadap modal ventura Indonesia sehubungan dengan jatuh ruginya entitas-entitas usaha yang dibiayai dengan instrumen pembiayaan Saham dan Obligasi Konversi, serta gagalnya exit alternative melalui Initial Public Offering atas entitas-entitas usaha tersebut sebelum perekonomian Indonesia memburuk.

Untuk bereaksi terhadap kerugian-kerugian historis dan potensial yang diderita modal ventura Indonesia, maka modal ventura Indonesia menyiasati dengan memberlakukan pola bagi hasil tetap ataupun pola bagi hasil minimum yang mengadopsi pola perbankan konvensional (flat rate dan effective rate) dengan penetapan tingkat bunga tertentu ataupun minimum atas outstanding pembiayaan yang diberikan kepada entitas-entitas usaha yang dibiayai dengan pola bagi hasil. Reaksi ini telah membawa modal ventura Indonesia jauh dari semangat modal ventura yang sesungguhnya. Semangat modal ventura yang sesungguhnya sendiri sangat dekat dengan apa yang disebut pembiayaan syariah.

Instrumen Pembiayaan Modal Ventura Indonesia Sekarang

Sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan, bahwa modal ventura Indonesia mempunyai tiga instrumen pembiayaan, yaitu:

Saham

Modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha melalui instrumen pembiayaan saham dengan harapan memperoleh keuntungan dari dividen, benefit lain atas kepemilikan entitas tersebut dan capital gain pada saat melakukan exit untuk sebagian atau keseluruhan kepemilikan melalui mekanisme Initial Public Offering yang dilanjutkan dengan pasar sekunder dan Private Selling ke investor potensial lainnya. Penetapan harga saham pada saat modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha tentunya lebih banyak menggunakan nilai nominal (par value) saham mengingat entitas tersebut belum mempunyai harga pasar yang jelas untuk saham-saham yang dikeluarkannya.

Obligasi Konversi
Dalam upaya untuk memberikan waktu yang lebih banyak sebelum benar-benar memiliki suatu entitas usaha dan untuk berjaga-jaga agar pembiayaannya masih mempunyai alternatif mekanisme exit melalui pelunasan pinjaman, maka modal ventura Indonesia masuk ke dalam suatu entitas usaha melalui instrumen pembiayaan obligasi konversi. Harga konversi (jika akan dikonversi ke saham) atau harga pelunasan (jika dilunasi atas permintaan modal ventura Indonesia / entitas usaha tersebut ataupun waktu jatuh tempo pelunasan) ditetapkan secara spesifik melalui metode-metode perhitungan tertentu. Harga konversi ditetapkan biasanya dengan menggunakan price to book value ratio yang disesuaikan apabila terjadi hal-hal seperti pengeluaran saham bonus, pemecahan saham dan pengeluaran saham baru (untuk private placement, right issue, surat warrant, obligasi konversi atau instrumen lain) sebelum konversi obligasi tersebut ke saham dilakukan. Adapun rumus-rumus yang digunakan secara umum untuk penyesuaian ini adalah:

HS = (Sa1/(Sa1+Sb)) x HK à penyesuaian untuk saham bonus

HS = (Sa/Sp) x HK à penyesuaian untuk pemecahan saham

HS = ((Sa2+(Bp/HK))/(Sa2+Sp1)) x HK à penyesuaian untuk pengeluaran saham terbatas

Keterangan

HS : Harga saham konversi disesuaikan

HK : Harga konversi

Sa : Jumlah saham sebelum pemecahan

Sp : Jumlah saham setelah pemecahan

Sa1 : Jumlah saham sebelum pembagian saham bonus

Sb : Jumlah saham bonus

Sa2 : Jumlah saham sebelum penawaran terbatas

Bp : Besarnya nilai penempatan

Sp1 : Jumlah saham penawaran terbatas

Harga pelunasan biasanya mengacu kepada nilai awal pembiayaan yang dikalikan dengan suatu faktor bunga berbunga dengan acuan suatu tingkat pengembalian periodik yang diharapkan (Periodic Expected Rate of Return), dengan ilustrasi perhitungan sebagai berikut:

HP = NA x (1+ERR)p

Keterangan

HP : Harga pelunasan

NA : Nilai awal

ERR : tingkat pengembalian periodik

p : Periode

Bagi Hasil

Instrumen pembiayaan bagi hasil murni sesungguhnya sangat dekat dengan pembiayaan syariah. Namun banyak kenyataan yang terjadi di modal ventura Indonesia adalah penerapan pola bagi hasil tetap ataupun bagi hasil minimum dari outstanding pembiayaan yang mengadopsi pola perbankan konvensional dengan flat rate ataupun effective rate-nya. Adapun alasan yang dikeluarkan modal ventura Indonesia atas diadopsinya pola perbankan konvensional ini antara lain;

Kendala intern modal ventura Indonesia:

1. Lemahnya sumber daya manusia dalam menilai kelayakan laporan keuangan entitas-entitas usaha yang dibiayai

2. Risiko tinggi jika menggunakan profit sharing murni

3. Pendapatan yang fluktuatif

4. ERR sulit dipenuhi

5. Belum ada patokan resmi bagi hasil

Kendala di entitas-entitas usaha:

1. Laporan keuangan belum siap saji

2. Perusahaan perorangan yang belum layak secara administratif

3. Entitas-entitas usaha tersebut belum terbuka

4. Masih terpengaruh oleh pemikiran bunga perbankan konvensional

Ketiga instrumen pembiayaan modal ventura Indonesia tersebut sebenarnya mempunyai kedekatan dengan pembiayaan syariah dengan beberapa modifikasi penetapan dan perhitungan.

Latar Belakang Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Syariah sendiri mempunyai latar belakang keagamaan yang berlandaskan kepada Firman Allah SWT yang telah dituliskan pada Kitab-Kitab Suci Agama-Agama Samawi, antara lain:

Kitab-Kitab Suci Yahudi dan Nasrani

Kitab Ulangan (Deuteronomy) pasal 23 ayat 19

“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dapat dibungakan.

Kitab Keluaran (Eksodus) pasal 22 ayat 25

“Jika engkau meminjam uang kepada salah seorang dari umatKu, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia; janganlah kamu bebankan bunga kepadanya.”

Kitab Imamat (Levicitus) pasal 35 ayat 7

“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.

Injil (Bible) Lukas 6:34-35

“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali tambah banyak.”

“Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak Allah Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”

Kitab Suci Al Qur’an

Firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 275-276; 278-279 menyatakan:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan karena mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum datang larangan); dan urusan (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”

“Hai orang-orang yang berima, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Surah Ali Imran ayat 130:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Surah An-Nisa ayat 160-161:

“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Surah Ar-Ruum ayat 39:

“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”

Instrumen Pembiayaan Syariah

Dari sekian banyak kombinasi pembiayaan syariah ada beberapa contoh instrumen pembiayaan syariah yang sangat applicable dengan semangat modal ventura yang sesungguhnya dengan masih mengkaitkan ketiga instrumen pembiayaan modal ventura Indonesia yang ada sekarang. Instrumen pembiayaan syariah tersebut antara lain;

Al Musyarakah untuk pendirian usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan saham):

Mencampurkan dana untuk mendirikan usaha atau kontrak proyek dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pemilik modal dalam musyarakah ini adalah dua pihak atau lebih (misalnya venture capital company, pengusaha dan silent partner). Keuntungan atau kerugian usaha atau kontrak proyek dinikmati atau ditanggung bersama-sama sesuai dengan porsi modal atau profit/loss sharing yang ditetapkan dalam kesepakatan/perjanjian awal.

Dalam pembiayaan syariah, musyarakah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk saham. Saham dalam pasar modal syariah adalah suatu bukti penyertaan modal dalam suatu perusahaan sampai perusahaan ditutup / dilikuidasi.

Adapun prinsip dasar saham secara syariah adalah:

- bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara private;

- bersifat mudharabah jika saham ditawarkan pada public;

- tidak boleh ada pembedaan jenis saham karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak;

- seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi setelah dilikuidasi;

- investasi pada saham tidak dapat dicairkan dari usaha atau proyek yang bersangkutan kecuali dalam keadaan bangkrut atau dialihkan lewat jual beli investasi.



Al Mudharabah untuk pembiayaan usaha atau proyek (dapat disejajarkan dengan instrumen pembiayaan obligasi / quasi equity seperti obligasi konversi):

Pengusaha proyek adalah pemegang amanah terhadap modal yang diterima dari pemilik modal (venture capital company) di mana modal merupakan titipan/amanah dalam konsep wadiah yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Pengusaha saat melakukan proyek yang berkaitan dengan Al Mudharabah adalah wakil pemilik modal, dan jika pengusaha memperoleh keuntungan maka pengusaha bertindak sebagai rekan pemilik modal, sehingga keuntungan tersebut harus dibagikan sesuai dengan prinsip musyarakah yang mengharuskan adanya bagi hasil yang adil antara rekan perkongsian. Bagi hasil keuntungan ini nisbahnya (perbandingan, misalnya 66% : 33% untuk pemilik modal : pengusaha) ditentukan pada kesepakatan/perjanjian awal. Modal disediakan seluruhnya oleh pemilik modal sampai suatu masa tertentu di mana modal tersebut dikembalikan secara utuh. Al Mudharabah ini sering disebut trust financing yang hanya diberikan kepada pengusaha yang sudah teruji memegang amanah dengan baik, sehingga jika terjadi satu dan lain hal yang merugikan kedua belah pihak, hal itu tidak disebabkan oleh kesalahan pengelolaan si pengusaha sehingga risiko dapat ditanggung bersama secara adil.

Dalam pembiayaan syariah, mudharabah mempunyai implementasi spesifik dalam bentuk quasi equity seperti obligasi konversi. Obligasi / Quasi equity dalam pasar modal syariah adalah suatu kontrak hutang yang tertulis, berjangka panjang, untuk membayar kembali seluruh nilai hutang pada tanggal tertentu dan membayar sejumlah keuntungan secara periodik menurut aqad atau suatu bukti penyertaan dana dalam jangka panjang (seperti modal) tetapi dapat ditarik kembali sesuai aqad.

Adapun prinsip dasar obligasi secara syariah adalah:

- bersifat mudharabah (namun tidak harus menanggung rugi) atau muqaradah;

- umumnya mendapat pembagian dari pendapatan (revenue sharing);

- dapat dijual di bawah nilai pari kalau perusahaan mengalami kerugian jika terbentuk mekanisme pasar modal syariah;

- perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.

Sedangkan prinsip dasar quasi equity secara syariah adalah:

- bersifat mudharabah;

- penyertaan tidak sepanjang umur perusahaan (hanya sepanjang umur proyek spesifik);

- seluruh keuntungan dan kerugian akan dibagi sesuai dengan kontrak;

- nilai penyertaan dapat menurun;

- komitmen sama seperti penyertaan modal tetap.

Al Murabahah untuk jual beli barang investasi atau bahan baku di modal kerja (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga):

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalkan pihak venture capital company bernegosiasi dengan entitas usaha yang ingin membeli barang investasi dalam bentuk mesin, maka entitas usaha tersebut memesan kepada venture capital company untuk membeli mesin tersebut dari suatu produsen dengan kesepakatan/perjanjian bahwa entitas usaha akan membeli mesin tersebut dari venture capital company setelah mesin tersebut dimiliki oleh venture capital company dengan harga dan keuntungan yang pantas bagi venture capital company setelah memperhitungkan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga. Perhitungan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga dilakukan karena adanya tenggang waktu antara pengadaan dan pelunasan mesin yang dibiayai venture capital company. Instrumen pembiayaan ini, jika dibuat revolving, bisa juga diaplikasikan untuk pengadaan pupuk bagi pertanian ataupun bahan baku tertentu bagi pabrikan.




Skema Pembiayaan Al Murabahah:

As-Salam untuk jual beli dibayar di depan produk-produk pertanian teridentifikasi dengan jelas bentuk, ukuran, kualitas dan kuantitasnya (merupakan konsep penyederhanaan instrumen bagi hasil ke jual beli dengan risiko penangguhan pembayaran dan fluktuasi harga):

Salam adalah proses jual beli di mana pembayaran dilakukan secara advance manakala penyerahan barang dilakukan kemudian. Yang harus ditekankan adalah bahwa pembayaran di muka ini harus diikuti dengan spesifikasi produk pertanian yang mutu (grade) serta jumlah (berat) sesuai dengan kesepakatan/perjanjian, bukan seperti ijon yang spesifikasinya bukan terkait langsung dengan produk tapi luas lahan produk di mana produk ditanam. Venture capital company dapat melakukan parallel salam untuk memperoleh keuntungan jual beli produk-produk pertanian. Misalkan venture capital company memberi permodalan kepada petani coklat sejumlah 2 M dengan kesepakatan/perjanjian bahwa petani coklat akan menyerahkan hasil coklatnya dengan mutu tertentu dan berat tertentu pada saat panen dan venture capital company juga melakukan kesepakatan/perjanjian menjual kepada satu pemakai produk coklat dengan harga yang menguntungkan. Petani coklat wajib menyerahkan produk coklat dengan spesifikasi produk dan waktu sesuai kesepakatan/perjanjian awal. Begitu juga dengan pemakai produk coklat. Secara spesifik yang dilakukan oleh venture capital company adalah parallel salam. Instrumen pembiayaan ini apabila dibuat revolving akan sangat applicable pada pembiayaan konvensional pola inti plasma yang selama ini dilakukan oleh modal ventura Indonesia.

Skema Pembiayaan As-Salam Parallel (untuk pola inti plasma):


Masih banyak produk-produk pembiayaan syariah yang dapat diimplementasikan dalam venture capital yang dapat dikembangkan menjadi cikal bakal pasar modal syariah. Pasar modal syariah sendiri akan terbangun dan terbentuk dengan kebiasaan komunitas keuangan dalam menggunakan dan menerapkan produk-produk pembiayaan syariah. Mengacu kepada pembentukan pasar modal konvensional, maka pembentukan pasar modal syariah membutuhkan perangkat-perangkat:

Lembaga pasar modal syariah seperti;

Perbankan syariah,

Asuransi syariah,

Venture capital syariah,

Securities syariah, dan

Lembaga pasar modal lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan pasar modal syariah.

Profesi penunjang pasar modal syariah seperti;

Legal audit syariah,

Notaris syariah dan

Profesi penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan pasar modal syariah.

Bahasan ini hanyalah diperuntukkan sebagai ulasan sederhana benang merah antara konsep venture capital dan pembiayaan syariah. Insya Allah di masa datang akan lebih disempurnakan.

Daftar Pustaka

1. Antonio, Muhammad Syafi’i (1999), Bank Syariah – Wacana Ulama & Cendekiawan, Tazkia Institute

2. Bahan Seminar Pasar Modal Syariah, Danareksa

3. Contoh Perjanjian-Perjanjian Pembiayaan, Bahana Artha Ventura

Memperoleh Pembiayaan dari Bank Syariah

A. Urgensi Meminjam Dana untuk Usaha

Dalam Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan kehidupannya. Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Maha Pemurah sehingga rezeki-Nya sangat luas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang bekerja keras.

Banyak ayat Al-Qur`an dan hadits Nabi saw. yang memerintahkan manusia agar bekerja. Manusia dapat bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan-Nya. Ia bisa melakukan aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan dan minuman, dan sebagainya. Ia juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan; atau dalam bidang jasa, seperti transportasi, kesehatan, dan sebagainya.

Untuk memulai usaha seperti ini diperlukan modal, seberapa pun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada rekan-rekannya. Jika tidak tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat penting karena dapat menyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha.

Dalam Islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang, bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hubungan itu tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh Islam. Karena itu, pihak-pihak yang berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh Islam.

B. Etika Meminjam Secara Islami

Dalam perbankan syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam kurang tepat digunakan disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi hasil, sewa, dan sebagainya. Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw. yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).

Jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu, misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan bank syariah. Di sini, bank syariah bertindak selaku penjual dan nasabah bertindak selaku pembeli. Jika bank memberikan pinjaman (dalam pengertian konvensional) kepada nasabah untuk membeli barang-barang itu, bank tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman itu. Sebagai lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, bank syariah tentu tidak mungkin melakukannya. Karena itu, harus dilakukan jual beli, di mana bank syariah dapat mengambil keuntungan dari harga barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli dibolehkan dalam Islam (al-Baqarah: 275).

Lain pula halnya untuk keperluan usaha seperti bertani. Bank dan petani dalam hal ini dapat menyepakati kerja sama yang saling menguntungkan bagi mereka. Biasanya ada dua pilihan, yaitu menggunakan skema bai’ as-salam atau bagi hasil. Jika menggunakan bai’ as-salam, bank bertindak sebagai pembeli dan petani sebagai penjual. Bank membeli gabah dari petani dengan harga, kualitas, dan kuantitas yang disepakati saat diserahkan pada waktu yang akan datang, misalnya tiga bulan kemudian. Bank lalu membayar sesudah dilakukan perjanjian. Ketika jatuh tempo, petani berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dibeli itu (gabah). Gabah itu bisa dijual lagi kepada pihak lain dan bank mendapat keuntungan darinya.

Jika usaha pertanian seperti di atas menggunakan bagi hasil, bank menyediakan modalnya, sedangkan petani menjadi penggarapnya. Keduanya harus menyepakati pembagian hasil sebelum petani memulai garapannya.

Contoh lainnya adalah perdagangan. Karena dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana, nasabah dapat mengajukan pembiayaan mudharabah. Bank dan nasabah dapat berbagi hasil/keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet pada tiap bulannya.

C. Syarat Administratif

Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah menetapkan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, seperti hal-hal berikut.

1. Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat (antara lain) gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana.

2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.

3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data persediaan terakhir, data penjualan, dan fotokopi rekening bank.

D. Contoh-Contoh Perhitungan Praktis

1. Al-Murabahah

Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat keuntungan Rp800.000,00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan.

2. Bai’ as-Salam

Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang ke bank dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu empat bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo, petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk “keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp1.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp400.000 atau (Rp 200 x 2000 kg).

3. Bai’ al-Istishna’

Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai’ al-istishna’. Dalam akad bai’ al-istishna’, bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu membeli/memberikan dana, misalnya Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna’ sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank mendapat keuntungan Rp9.000.000,00.

4. Al-Mudharabah

Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan nasabah selaku mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp2.000.000,00. Selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.

5. Musyarakah

Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp100.000.000,00. Ternyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp100.000.000,00 dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus mengembalikan dana sebesar Rp50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp10.000.000,00 (50% dari keuntungan untuk bank).

6. Musyarakah Mutanaqishah

Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.

Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah, misalnya, Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi Rp70.000.000,00 dan nasabah Rp30.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah memiliki 30% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah.

Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada realisasinya Rp700.000,00 akan menjadi milik bank dan Rp300.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp300.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsian yang mengecil atau musyarakah muntanaqishah atau disebut juga dengan decreasing participation dari pihak bank.

7. Al-Ijarah

Bank syariah yang mengoperasikan ijarah dapat melakukan leasing, baik operational lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank syariah lebih banyak melaksanakan financial lease with purchase option atau ijarah muntahia bit-tamlik. Hal ini karena skema ini lebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank tidak direpotkan oleh beban pemeliharaan aset. Ditinjau dari hal tersebut, ijarah lebih sering dipakai untuk pembiayaan investasi dan customer loan.

Sebagai contoh, seorang nasabah yang sedang melakukan proyek pembangunan jalan raya, memerlukan alat-alat berat sebagai penunjang operasinya. Karena keberadaan alat tersebut hanya dibutuhkan pada saat dia sedang melaksanakan proyek, dia memutuskan untuk tidak membeli peralatan itu, melainkan menyewanya. Akan tetapi, jika ternyata alat-alat tersebut akan terus dibutuhkan dan dia kemudian memutuskan untuk membelinya, dia bisa melakukannya dengan ijarah muntahia bit-tamlik, yaitu menyewa peralatan tersebut dan pada akhir masa sewa, dia membelinya.

MANAJEMEN PENGAWASAN RISIKO PADA BANK SYARIAH

Dari bab sebelumnya kita telah mengenal adanya beberapa jenis risiko yang antara lain adalah risiko kredit (credit risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko tingkat bunga (interest rate risk). Disamping itu kita juga mengenal adanya risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk), dan risiko operasional (operational risk). Berbagai jenis risiko itu juga dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu: (1) Risiko yang sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum; dan (2) Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk), yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja.

Perbankan Islam juga berpotensi menghadapi risiko-risiko tersebut, kecuali risiko tingkat bunga, karena Perbankan Islam tidak akan berurusan dengan bunga.

1. Risiko kredit

Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan/atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya.

Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.

Risiko ini akan semakin nampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi. Turunnya penjualan mengakibatkan berkurang-nya penghasilan perusahaan, sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban membayar hutang-hutangnya. Hal ini semakin diperberat dengan meningkatnya tingkat bunga. Ketika bank akan mengeksekusi kredit macetnya, bank tidak memperoleh hasil yang memadai, karena jaminan yang ada tidak sebanding dengan besarnya kredit yang diberikannya. Dan tentu saja bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang berat, jika ia mempunyai kredit macet yang cukup besar.

Risiko kredit muncul manakala bank tidak dapat memperoleh kembali tagihannya atas pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama dari risiko ini adalah penilaian kredit yang kurang cermat dan lemahnya antisipasi terhadap berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.

Risiko ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan kredit bagi setiap aparat perkreditan, berdasarkan kapabilitasnya (autorize limit) dan batas jumlah (pagu) kredit yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan tertentu (credit line limit), serta melakukan diversifikasi.

2. Risiko likuiditas

2.1. Risiko likuiditas

Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan lebih kepada ketidakmampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditasnya.

Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan menguntungkan.

Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga mengganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.

Risiko likuiditas muncul manakala bank mengalami ketidak-mampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera, dan dengan biaya yang sesuai, baik untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun untuk memenuhi kebutuhan dana yang mendesak.

Besar-kecilnya risiko ini banyak ditentukan oleh :

q kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) atau arus dana (fund flow) berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana-dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana-dana (volatility of funds);

q Ketepatan dalam mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;

q Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan

q Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.

3. Risiko Nilai Tukar Valuta Asing

Risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk) timbul apabila bank mengambil posisi terbuka (open position). Di saat bank berada pada posisi beli (overbought position / long position), kerugian akan terjadi bila nilai tukar mata uang lokal (currency base) cenderung naik (menguat), dan sebaliknya pada saat bank berada pada posisi jual (oversold position / short position), kerugian akan terjadi apabila mata uang lokal cenderung turun (melemah).

Risiko nilai tukar valuta asing ini dapat ditekan dengan cara membatasi atau memperkecil posisi, atau bahkan dapat dihindari sama sekali bila bank selalu mengambil posisi squaire.

Bagi Perbankan Islam, pada umumnya lebih mampu menghindari risiko nilai tukar valuta asing, karena mereka dituntut untuk mematuhi norma-norma syariah yang antara lain adalah:

q Bank Islam hanya melakukan transaksi komersil dan tidak akan pernah melakukan transaksi arbitrage;

q Bank Islam hanya akan melakukan pertukaran valuta asing secara tunai;

q Bank Islam tidak melakukan short selling; dan

q Bank Islam tidak akan pelakukan pertukaran tanpa penyerahan (non delivery trading).

4. Risiko Operasional

Menurut definisi Basle Committee, risiko operasional adalah risiko akibat dari kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini berkaitan dengan kesalahan manusiawi (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol.

Dalam definisi ini kita jumpai semua komponen yang relevan dengan risiko operasional yaitu:

1. Sistim informasi;

2. Pengawasan Internal;

3. Kesalahan manusiawi (human error);

4. Kegagalan sistem; dan

5. Ketidakcukupan prosedur dan kontrol.

Pangeran Muhammed Al Faisalmenyatakan bahwa khususnya bagi Bank Islam, yang sangat diperlukan adalah: good governance, transparancy, and accounting standard.

British Banker Association dalam tahun 1997 melaporkan bahwa 69% (enam puluh sembilan persen) responden menyatakan bahwa risiko operasional lebih penting daripada risiko pasar dan risiko kredit

Manajemen operasional merupakan area dimana industri-industri, sektor-sektor yang penting, dan para kompetitor betul-betul berkemauan untuk membagi informasi dan ide-ide. Setiap industri, sebagai lembaga individu, untuk mencapai sukses memerlukan lingkungan dan ekonomi yang stabil. Salah satu faktor yang dapat mengganggu adalah kegagalan bank. Bila kegagalan itu ternyata adalah akibat dari kelemahan kontrol operasional, maka akibatnya adalah kepercayaan nasabah dan reputasi industri bisa hancur.

Adalah tidak mudah untuk menerapkan manajemen risiko dari nol. Untungnya ada model yang dapat dicontoh. Kelompok industri lain mempunyai metode pengelolaan risiko operasional yang sangat mapan, layak dan teruji. Industri penerbangan, industri petrokimia dan industri militer adalah contoh eksponen-eksponen ahli dalam manajemen risiko operasional. Lembaga-lembaga keuangan dapat mengadopsi model ini untuk memenuhi kebutuhannya.

Beberapa terms yang sering digunakan dalam manajemen risiko operasional adalah sebagai berikut:

Hazard: kondisi yang potensial menyebabkan terjadinya kerugian atau kerusakan

Exposure: Sumber-sumber yang besar kemungkinannya diakibatkan oleh even yang sudah terjadi, lembur atau pengulangan kejadian yang sama.

Probability: kemungkinan bahwa suatu even akan terjadi.

Risk: kemungkinan kerugian dari hazard, diperhitungkan dari kemungkinan dan kehebatan kerugian selama periode tertentu.

Risk control: Tindakan yang dirancang untuk mengurangi risiko, seperti perubahan prosedur, perbaikan fasilitas, supervisi ekstra dan sebagainya.

Risk management: pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan proses penanganan risiko, termasuk risk assessment, sebagaimana tindakan untuk membangun dan menerapkan pilihan-pilihan kontrol risiko.

Gambling: pengambilan keputusan risiko tanpa assessment yang rasional atau prudent atau keterlibatan manajemen risiko.

Sebagai perbandingan, Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force) menggunakan enam tahap proses yang jelas dan sederhana. Mereka berargumentasi bahwa lembaga atau organisasi lain yang menggunakan lima tahap proses, hanyalah mengkombinasikan dua dari enam tahap proses mereka. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi hazard

Mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan yang akan datang, lingkungan dan masalah yang secara historis diketahui. Dalam mengidentifikasi hazard, pengalaman tidak dapat terlalu diandalkan. Ini adalah alat yang paling efektif yang tersedia. Pengidentifikasian hazard harus didekati secara bersama karena tidak seorangpun yang dapat melakukannya sendiri dengan sukses. “Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apapun kemungkinannya”.

(2) Menaksir risiko

Berdasarkan hasil identifikasi hazard, tahap berikutnya adalah menganalisis risiko yang terkait, bagaimana dan seberapa besar kemungkinannya. Angkatan Udara Amerika Serikat percaya, bahwa tahap ini adalah merupakan inti dari program manajemen risiko. Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas analisa risiko dan biaya.

· Apa hasil terbaik ?

· Apa hasil yang paling mungkin ? dan

· Bagaimana kemungkinannya masing-masing ?

Ketiga pertanyaan tersebut masing-masing harus mendapat perhatian yang cukup. Analisa dapat dilakukan secara kuantitatif ataupun secara kualitatif, tergantung pada situasi (waktu, biaya dan kapabilitas).

Konsep penting lainnya, adalah interaksi. Interaksi terjadi bila dua buah hazard atau lebih terjadi bersama-sama sekaligus. Misalnya situasi dimana pengawasan internal lemah terjadi pada ketidak-jujuran yang terjadi dalam suatu lingkungan. Pengalaman dan pikiran jernih merupakan jalan terbaik untuk menaksir interaksi secara konsisten.

(3) Menganalisa kadar pengawasan risiko

Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan risk assessment matrix untuk membangun kadar pengawasan yang diperlukan. Matrix mengkombinasikan berat-ringannya beban risiko dan kemungkinan hazard sampai lima level. Level-level risiko atau taksiran risiko operasional ini menjelaskan semua dampak dari semua hazard yang terkait dengan operasi.

1) Sangat tinggi (extremely high) : kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan operasi

2) Tinggi (high) : kehilangan kemampuan untuk memenuhi persyaratan standar operasi

3) Sedang (medium): turunnya kemampuan dalam pemenuhan persyaratan standar operasi

4) Rendah (low): Tidak (sedikit) berdampak pada penyelesaian operasi

5) Sangat rendah (residual risk): risiko tersisa setelah dilakukan usaha pengurangan risiko.

Level-level risiko yang diperoleh dari matrix yang digunakan itu adalah fleksibel dan bervariasi antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, tergantung pada sifat dasar dari operasi dan kemauan perusahaan untuk menerima risiko. Hal ini harus diformulasikan dalam bentuk kebijakan tertulis oleh setiap bank. Walaupun demikian ada aturan yang keras dan cepat, yang harus diterapkan yaitu:

bila tidak dapat mengontrol risiko – hindarkanlah !

Ada empat tahap dalam menganalisa kadar pengawasan risiko yaitu :

I. Membangun pengawasan risiko

Yaitu kadar pengawasan yang harus dibangun untuk mengeliminasi hazard dan mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko dibangun, maka risiko dievaluasi sampai risiko dapat dikurangi, sampai pada level dimana manfaatnya lebih banyak daripada biaya potensial.

II. Mengidentifikasi pengawasan risiko

Pembangunan pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya dan mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang mungkin diambil bagi semua hazard yang melampaui tingkat risiko yang bisa diterima.

III. Menentukan efektifitas risiko

Setelah identifikasi pilihan pengawasan risiko, proses berikutnya adalah menentukan efek dari setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.

IV. Memilih pengawasan risiko

Pengawasan yang terbaik adalah yang konsisten dengan tujuan operasional dan penggunaan sumber daya yang tersedia secara optimal.

(4) Membuat Keputusan Pengawasan Risiko

Keputusan pengelolaan risiko harus dibuat secara dini dalam tahap penyusunan perencanaan. Hal ini lebih mudah diintegrasikan dalam suatu operasi daripada mencoba menyelipkannya pada tahap akhir. Keputusan yang demikian dibuat setelah menganalisa secara hati-hati semua aspek operasi. Proses analisa tersebut harus logis melalui konsultasi dengan semua unsur atau pihak yang relevan.

Pada dasarnya tahap ini harus dilakukan oleh kelompok manajemen senior yang bertanggung jawab atas strategi pengelolaan risiko.

(5) Menerapkan Pengawasan

Setelah keputusan diambil, tahap berikutnya adalah menerapkan pengawasan. Ini adalah tahap dimana manfaat dari persiapan dan pemikiran yang hati-hati menjadi jelas.

Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam penerapan pengawasan, haruslah ditemukan kebutuhan mutlak untuk mendapatkan satu pendekatan menyeluruh terhadap risiko operasional, dan kebijakan umum harus dipertahankan dengan ketat untuk memastikan integritas.

Manajemen pada semua level harus diberikan wewenang untuk mengkomunikasikan semua standar yang diperlukan kepada staf mereka dan kemudian menerapkannya dalam wilayah tanggung jawab mereka. Manajemen tidak boleh menganggap bahwa staf mereka tahu ataupun mengerti pengawasan yang ditentukan. Konsekuensinya, setiap pernyataan yang berhubungan dengan manajemen risiko harus jelas, praktis dan disosialisasikan.

(6) Supervisi dan evaluasi

Setiap program manajemen risiko, baik risiko operasional, risiko pasar atau risiko kredit, harus secara berkesinambungan (continue) di-review dan di-update. Risiko operasional adalah dinamis dan terus-menerus berubah, lebih dari risiko pasar dan risiko kredit. Program tersebut tidak dapat hanya ditulis sebagai doktrin lalu dilupakan.

Adalah tanggung jawab manajemen untuk memastikan bahwa standar minimum telah diikuti dan standar maksimum dicapai semaksimal mungkin. Bila menemukan sesuatu yang tidak direncanakan, maka program tersebut harus diberhentikan dan dievaluasi.

Itulah proses yang telah dilakukan oleh Militer Amerika Serikat, dan dapat dipakai oleh tipe organisasi lain yang berbeda dalam menghadapi isu manajemen risiko operasional. Lembaga keuangan dapat belajar dari pengalaman mereka, dan pengalaman dari yang lain.

Dr. Paul Dorey dari Barclays Bank menyatakan, bahwa manajemen risiko bukan hanya sekedar kemungkinan (probability), tetapi juga masalah informasi atau kekurangan informasi.

Mereka percaya bahwa bagaimanapun proses dipilih untuk menerapkan strategi pengelolaan risiko, dimana ada tiga elemen yang merupakan kunci sukses penciptaan dan penerapannya, yaitu:

Budaya (culture)

Apakah Pengurus (the Board of Directors) dan manajemen senior dari lembaga keuangan menerima dan secara aktif memelihara tanggung jawab dalam manajemen risiko.

Apakah mereka sebagai tim bekerja sama dan mendemonstrasikan penerimaan tanggung jawab itu.

Informasi

Apakah institusi keuangan telah memformulasikan prosedur untuk memperoleh informasi secara sentral, terkoordinir dan memungkinkan kelompok manajemen membuat keputusan-keputusan yang diketahui secara baik tentang bagaimana mereka mengelola risiko operasional.

Tindakan

Apakah keputusan-keputusan pengawasan diambil secara cepat dan secara meyakinkan, dan penerapannya diawasi dengan ketat dan tertib.

Tidak ada seorangpun dapat membantu menciptakan ketiga faktor tersebut. Hal ini harus diputuskan atau diciptakan oleh manajemen dari masing-masing institusi.

Aspek Akuntansi dalam Perbankan Islam

(Accounting Aspect)

Pendahuluan

Kemunculan bank-bank dan lembaga keuangan Islam sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerap-an dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank dan lembaga keuangan konvensional seperti telah dikenal selama ini.

Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank Islam dalam melayani masyarakat di sekitarnya sehingga, seperti lazim-nya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.

Penyajian informasi semacam itu penting bagi proses pem-buatan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan bank Islam. Lebih dari itu, akan memiliki dampak positif terhadap distribusi sumber-sumber ekonomi untuk kepentingan masyarakat. Hal ini karena prinsip-prinsip syariah Islam memberi-kan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

Investasi merupakan dasar aktivitas ekonomi pada suatu masyarakat. Tetapi tidak setiap individu mampu menginvestasikan tabungannya secara langsung. Karenanya, bank Islam memainkan peran penting dengan bertindak sebagai sarana untuk menarik tabungan para individu dan menginvestasikan tabungan-tabungan ini untuk kepentingan individu dan masyarakat.

Islam secara jelas mendorong investasi dan perputaran dana. Ketika Islam mewajibkan zakat, ia mengharuskan bahwa harta harus diinvestasikan. Jika tidak, akan habis oleh zakat pada periode tertentu. Diriwayatkan bahwa Nabi e berkata:

"Perdagangkanlah harta anak yatim itu jika tidak ingin habis termakan zakat." (H.R. Thabrani)

Hadits ini menjelaskan, bahwa sekalipun anak yatim itu masih kecil, tetapi kalau harta warisannya memenuhi nishab, maka wajib dipenuhi zakatnya. Untuk itu, wali yatim wajib mengeluarkan atas nama si Yatim (kaya) yang berada dalam perwaliannya. Bila si wali mendiamkan saja harta tersebut, maka setiap tahun akan terpotong zakat. Oleh karena itu, Rasulullah r menghimbau untuk memutarkan-nya dengan baik dan feasible, sehingga diharapkan ada keuntungan. Jika terdapat keuntungan, maka zakatnya tidak lagi dari asal pokok tetapi dari penambahan keuntungan. Dengan demikian, harta anak yatim bertambah dan tidak berkurang.

Tetapi, untuk mendorong individu menginvestasikan dananya melalui bank Islam, perlu disadari bahwa individu-individu itu harus terlebih dahulu percaya bahwa bank Islam mampu merealisasikan tujuan-tujuan investasinya. Ketiadaan kepercayaan pada ke-mampuan bank Islam untuk berinvestasi secara efisien dan penuh kepatuhan kepada syariah Islam, menyebabkan banyak individu yang menahan diri untuk berinvestasi melalui bank Islam.

Salah satu prasyarat pengembangan kepercayaan itu adalah ketersediaan informasi yang meyakinkan nasabah terhadap kemam-puan bank Islam dalam mencapai tujuannya. Di antara sumber-sumber informasi yang penting adalah laporan keuangan dari bank Islam yang disiapkan sesuai dengan standar yang dapat diterapkan pada bank Islam.

Untuk mengembangkan standar tersebut, penting untuk mendefinisikan tujuan dan konsep akuntansi keuangan bank Islam terlebih dahulu. Dalam hal, ini tidak ada salahnya untuk mulai mengembangkannya dari standar akuntansi keuangan bank yang ada, tentu saja dengan berbagai perubahan dan modifikasi. Syarat-nya, standar yang telah ada tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islam.

Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial Institution

Langkah pengembangan standar akuntansi keuangan bank Islam dimulai pada tahun 1987. Sedikitnya lima volume telah terkumpul dan tersimpan di perpustakaan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IDB).

Studi itu telah mendorong pembentukan Acounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (Organisasi Akuntansi Keuangan untuk Bank dan Lembaga Keuangan Islam) yang didaftarkan sebagai organisasi nirlaba di Bahrain pada tahun 1411 H (1991). Sejak didirikan, organisasi ini terus mengembang-kan standar keuangan melalui pertemuan periodik Komite Pelaksana untuk Perencanaan dan Tindak Lanjut.

II. Pendekatan dan Fungsi

1. Pendekatan yang digunakan:

i. Mengidentifikasi konsep akuntansi yang telah dikembang-kan sebelumnya dengan prinsip Islam tentang ketepatan dan keadilan. Sangat dimungkinkan seseorang akan menentang penerapan konsep-konsep itu, misalnya yang berkaitan dengan definisi karakteristik informasi akuntansi yang bermanfaat seperti relevansi dan realibilitas.

ii. Mengidentifikasi konsep yang digunakan dalam akuntansi keuangan konvensional tetapi tidak sesuai dengan syariah Islam. Konsep semacam itu ditolak atau dimodifikasi secukupnya untuk mematuhi syariah supaya membuatnya bermanfaat. Contoh dari konsep ini adalah nilai waktu dari uang (time value of money) sebagai sifat pengukuran.

iii. Mengembangkan konsep-konsep yang mendefinisikan aspek-aspek tertentu dari akuntansi untuk bank Islam yang tersendiri (unik) kepada cara bertransaksi bisnis yang Islami. Contohnya, konsep yang dikembangkan berdasarkan hukum-hukum yang mendefinisikan risiko dan balasan yang dikaitkan dengan transaksi bisnis, serta terjadinya biaya dan perolehan keuntungan.

2. Fungsi Bank-bank Islam

Bank-bank Islam dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (kedu-niaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi tran-saksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah. Sebagai contoh dalam hal ini adalah aspek yang paling terkemuka dari ajaran Islam mengenai muamalah, yaitu pelarangan riba dan persepsi uang sebagai alat tukar dan alat melepaskan kewajiban. Uang bukanlah komoditas. Dengan demikian, uang tidak me-miliki nilai waktu, kecuali nilai barang yang ditukar melalui penggunaan uang sesuai dengan syariah.

Sebagai konsekuensi dari prinsip ini maka bank Islam dioperasikan atas dasar konsep bagi untung dan bagi risiko yang sesuai dengan salah satu kaidah Islam, yaitu "keuntungan adalah bagi pihak yang menanggung risiko." Bank Islam menolak bunga sebagai biaya untuk penggunaan uang dan pinjaman sebagai alat investasi.[2]

Dalam melaksanakan investasinya, bank Islam memberi keyakinan bahwa dana mereka sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia untuk investasi, mendatangkan pendapatan yang sesuai dengan syariah dan bermanfaat bagi masyarakat.

Bank Islam menerima dana berdasarkan kontrak mudhara-bah, yaitu salah satu bentuk kesepakatan antara penyedia dana (pemegang rekening investasi) dan penyedia usaha (bank). Dalam melaksanakan usaha berdasarkan mudharabah, bank menyatakan kemauannya menerima dana untuk diinvestasikan atas nama pemiliknya, membagi keuntungan berdasarkan per-sentase yang disepakati sebelumnya, serta memberitahukan bahwa kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh penyedia dana selama kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kelalaian atau pelanggaran kontrak.

Dalam paradigma akuntansi Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut:

i. Manajemen Investasi

Bank-bank Islam dapat melaksanakan fungsi ini ber-dasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan.

Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang melaksanakan inves-tasi dana dari pihak lain) menerima persentase keuntungan hanya dalam kasus untung. Dalam hal terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko penyedia dana (shahibul maal), sementara bank tidak ikut menanggungnya.

ii. Investasi

Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang ditem-patkan pada dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang konsisten dengan syariah. Di antara contohnya adalah kontrak al murabahah, al mudharabah, al musyarakah, bai’ as salam, bai’ al ishtisna’, al ijarah, dan lain-lain.

Rekening investasi dapat dibagi menjadi tidak terba-tas (unrestricted mudharabah) atau terbatas (restricted mudharabah).

Rekening investasi tidak terbatas (general investment)

Pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan dananya dengan cara yang dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi.

Dalam skema ini bank Islam dapat mencampurkan dana pemegang rekening investasi dengan dananya sendiri (modal) atau dengan dana lain yang berhak dipakai oleh bank Islam (misalnya rekening koran). Pemegang rekening investasi dan bank Islam umumnya berpartisipasi dalam keuntungan dari dana yang diinvestasikan.

Rekening investasi terbatas (restricted investment)

Pemegang rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang, dan waktu bank meng-investasikan dananya. Lebih jauh lagi, bank Islam dapat dibatasi dari mencampurkan dananya sendiri dengan dana rekening investasi terbatas untuk tujuan investasi. Bahkan bisa saja ada pembatasan lain yang diterapkan pemegang rekening investasi.

Sebagai contoh, pemegang rekening investasi dapat meminta bank Islam untuk tidak menginvestasikan dananya dalam bidang pertanian dan peternakan. Bisa juga pe-megang rekening investasi meminta bank Islam itu sendiri yang melaksanakan investasi, bukan melalui pihak ketiga.

iii. Jasa-Jasa Keuangan

Bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa ke-uangan lainnya berdasarkan upah (fee based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya garansi, transfer kawat, L/C, dan sebagainya.

iv. Jasa Sosial

Konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam me-laksanakan jasa sosial, bisa melalui dana qardh (pinjaman kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagi, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank Islam memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani dan menyumbang dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan hidup.

III. Definisi Pernyataan Keuangan

Secara umum, pernyataan keuangan untuk bank Islam dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pernyataan keuangan yang menggambarkan fungsi bank Islam sebagai investor, hak dan kewajibannya, dengan tidak memandang tujuan bank Islam itu dari masalah investasinya, apakah ekonomi atau sosial. Mekanisme investasi yang diguna-kan terbatas hanya kepada beberapa cara yang dibolehkan syariah. Karenanya, pernyataan keuangan meliputi:

i. Pernyataan posisi keuangan

ii. Pernyataan pendapatan

iii. Pernyataan aliran kas

iv. Pernyataan laba ditahan atau pernyataan perubahan pada saham pemilik

2. Sebuah pernyataan keuangan yang menggambarkan perubahan dalam investasi terbatas, yang dikelola oleh bank Islam untuk kepentingan masyarakat, baik berdasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan. Pernyataan semacam ini akan dirujuk sebagai "Pernyataan Perubahan dalam Investasi Terbatas".

3. Pernyataan keuangan yang menggambarkan peran bank Islam sebagai fiduciary dari dana yang tersedia untuk jasa sosial ketika jasa semacam itu diberikan melalui dana terpisah.

i. Pernyataan sumber dan penggunaan dana zakat dan dana sosial.

ii. Pernyataan sumber dan penggunaan dana qardh



IV. Definisi Unsur-Unsur Dasar Pernyataan Keuangan

1. Pernyataan posisi keuangan

i. Asset

Asset adalah sesuatu yang mampu menimbulkan aliran kas positif atau manfaat ekonomi lainnya, baik dengan dirinya sendiri ataupun dengan asset yang lain, yang haknya didapat oleh bank Islam sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu. Untuk bisa digambarkan sebagai sebuah asset pada pernyataan posisi keuangan bank Islam, asset itu harus memiliki karakter tambahan berikut:

/ Dapat diukur secara keuangan dengan tingkat reliabilitas yang wajar.

/ Tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban yang tidak dapat diukur atau hak bagi pihak lain.

/ Bank Islam harus mendapatkan hak untuk menahan, menggunakan, atau mengelola aset itu.

ii. Liabilitas

Liabilitas adalah kewajiban yang berjalan untuk me-mindahkan aset, meneruskan penggunaannya, atau menyediakan jasa bagi pihak lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu. Untuk bisa digambarkan sebagai sebuah liabilitas pada pernyataan posisi keuangan bank Islam, liabilitas itu harus memiliki karakter tambahan berikut:

/ Bank Islam harus memiliki kewajiban kepada pihak lain dan kewajiban bank Islam tidak boleh saling bergantung (reciprocal) dengan kewajiban pihak lain kepada bank.

/ Kewajiban bank Islam harus bisa diukur secara keuangan dengan tingkat reliabilitas yang wajar.

/ Kewajiban bank Islam harus bisa dipenuhi melalui pemindahan satu atau lebih aset bank Islam kepada pihak lain, meneruskan kepada pihak lain akan penggunaan aset bank Islam untuk suatu periode, atau menyediakan jasa pihak lain.

iii.Porsi pemegang rekening investasi tak terbatas

Rekening investasi tak terbatas merujuk kepada dana-dana yang diterima bank Islam dari individu-individu atau lainnya dengan dasar bahwa bank Islam akan memiliki hak untuk menggunakan dan menginvestasikan dana-dana itu tanpa pembatasan. Bank Islam dengan demikian juga berhak mencampurkan dana yang diinvestasikan itu dengan modalnya sendiri. Keuntungan atau kerugian suatu investasi usaha dibagi secara proporsional setelah bank Islam menerima bagian keuntungan/kerugiannya sebagai mudharib.

iv. Saham pemilik

Saham pemilik merujuk kepada jumlah yang tersisa pa-da tanggal pernyataan posisi keuangan dari aset bank Islam sesudah dikurangi kewajiban, porsi pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang setara dengannya, serta pendapatan yang dilarang (nonhalal), jika ada. Itu sebabnya saham pemilik terkadang dirujuk sebagai "the owner residual interest".

2. Pernyataan pendapatan

i. Pendapatan

Pendapatan adalah kenaikan kotor dalam aset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat dari investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan, seperti manajemen rekening investasi terbatas.

ii. Biaya

Biaya adalah penurunan kotor dalam aset atau kenaikan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat dari investasi yang halal, perdagangan, atau aktivitas, termasuk pemberian jasa.

iii. Keuntungan

Keuntungan adalah kenaikan bersih dari aset bersih sebagai akibat dari memegang aset yang mengalami peningkatan nilai selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan. Keuntungan juga bisa diperoleh dari pemindahan saling tergantung insidental yang sah dan yang tidak saling tergantung, kecuali transfer yang tidak saling tergantung dengan pemegang saham, atau pemegang pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang setara dengannya.

iv. Kerugian

Kerugian adalah penurunan bersih dari aset bersih seba-gai akibat dari memegang aset yang mengalami penurunan nilai selama periode yang dipilih oleh pernyataan pen-dapatan. Kerugian juga bisa terjadi akibat pemindahan saling tergantung insidental yang sah dan yang tidak saling tergantung, kecuali transfer yang tidak saling tergantung dengan pemegang saham, atau pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang setara dengannya.

v. Keuntungan pada rekening investasi tak terbatas dan yang setaranya

vi. Keuntungan bersih (kerugian bersih)

3. Pernyataan perubahan dalam saham pemilik atau pernyataan laba ditahan

i. Pernyataan perubahan dalam saham pemilik

ii. Pernyataan laba ditahan

4. Pernyataan aliran kas

i. Kas dan setara kas

ii. Aliran kas dari transaksi

iii. Aliran kas dari aktivitas investasi

iv. Aliran kas dari aktivitas pembiayaan

5. Pernyataan perubahan dalam investasi terbatas dan setaranya

i. Investasi terbatas

ii. Simpanan dan penarikan oleh pemegang rekening investasi terbatas dan ekuivalensinya

iii. Keuntungan (kerugian) investasi sebelum bagian ke-untungan manajer investasi sebagai seorang mudharib, atau kompensasi sebagai wakil (agen) investasi.

iv. Bagian manajer investasi dalam keuntungan investasi terbatas sebagai seorang mudharib atau kompensasi sebagai manajer investasi

6. Pernyataan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sosial

i. Sumber dana zakat dan dana sosial

ii. Penggunaan dana zakat dan dana sosial

iii. Saldo dana zakat dan dana sosial

7. Pernyataan sumber dan penggunaan dana dalam qardh

i. Qardh

ii. Sumber dana dalam qardh

iii. Penggunaan dana dalam qardh

iv. Saldo dana dalam qardh



V. Asumsi-Asumsi Akuntansi



1. Konsep satuan akuntansi

2. Konsep keberlanjutan (going concern)

3. Konsep periode

4. Stabilitas daya beli satuan uang



VI. Konsep Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi



1. Definisi pengakuan dan pengukuran akuntansi

2. Pengakuan akuntansi

i. Pengakuan pendapatan

ii. Pengakuan biaya

iii. Pengakuan laba dan rugi

iv. Pengakuan laba dan rugi investasi terbatas

3. Konsep pengukuran akuntansi

i. Konsep kesesuaian (matching)

ii. Sifat-sifat pengukuran

iii. Sifat-sifat yang harus diukur

iv. Nilai setara kas yang diperkirakan akan direalisasi atau dibayar

v. Revaluasi aset, liabilitas, dan investasi terbatas pada akhir periode akuntansi

vi. Penerapan aset, liabilitas, dan investasi terbatas

vii. Sifat pengukuran alternatif kepada nilai setara kas.



VII. Karakteristik Kualitatif serta Penyiapan dan Penyajian Informasi Akuntansi



1. Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi

i. Arti karakteristik kualitatif informasi akuntansi

ii. Relevansi

iii. Reliabilitas

/ Representasi keyakinan

/ Objektivitas

/ Netralitas

iv. Dapat dibandingkan

v. Konsistensi

vi. Dapat dimengerti

2. Penyiapan dan Penyajian Informasi Akuntansi

i. Materialitas

ii. Biaya informasi

iii. Pembukaan (disclosure) yang cukup

Profit Sharing sebagai Karakteristik Dasar Bank Syariah

I. Kontrak al Mudharabah

Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah prinsip berdasarkan pada kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank Islam akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib (pengelola) sementara penabung sebagai shahibul maal (penyandang dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.

Di sisi lain, dengan pengusaha/peminjam dana, bank Islam akan bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana-baik yang berasal dari tabungan /deposito/giro maupun dana bank sendiri berupa modal pemegang saham). Sementara itu, pengusaha/peminjam akan berfungsi sebagai mudharib (pengelola) karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank (lihat gambar 1)

Meskipun demikian dalam perkembangannya para pengguna dana bank Islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem perkongsian, sistem jual-beli, sewa menyewa dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan bank Islam dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan dengan satu akad namun dengan berbagai jenis akad



Gambar 1



Gambar 2


1. Jenis al Mudharabah

Seperti juga telah disebut pada bagian sebelumnya, al mu-dharabah terbagi atas dua jenis, yakni yang bersifat tidak terbatas (muthlaqah, unrestricted) dan yang bersifat terbatas (muqayyadah, restricted).
Pada jenis al mudharabah yang pertama pemilik dana mem-berikan otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk menginvestasikan atau memutar uangnya.
Pada jenis al mudharabah kedua, pemilik dana memberi batasan kepada mudharib. Di antara batasan itu, misalnya, adalah jenis investasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang dibolehkan terlibat dalam investasi. Pada jenis ini, shahibul maal dapat pula mensyaratkan kepada mudharib untuk tidak mencampurkan hartanya dengan dana al mudharabah.

2. Aplikasi al Mudharabah dalam Bank Islam

Seperti dikemukakan di muka bahwa al mudharabah dapat dilakukan dengan memisahkan atau mencampurkan dana al mudharabah. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu

i. Pemisahan total antara dana al mudharabah dan harta-harta lainnya, termasuk harta mudharib.

Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kele-bihan teknik ini adalah bahwa pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung dengan akurat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat dihitung dan dialokasikan dengan akurat.
Kelemahan teknik ini, terutama menyangkut masalah moral hazard dan preferensi investasi si mudharib. Akan timbul pertanyaan, di antaranya adalah ke portofolio mana dana tersebut diinvestasikan? Dalam portofolio mana account officer ditugaskan? Bagaimana si mudharib (bank) menjelaskan jika rate of return dari dana pemegang saham ternyata lebih besar dibanding dengan rate of return dana al mudharabah?

ii. Dana al mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana lainnya.

Sistem ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard seperti di atas. Namun, dalam sistem ini pendapatan dan biaya al mudharabah tercampur dengan pendapatan dan biaya lainnya. Hal ini menimbulkan sedikit kesulitan akunting dalam memproses alokasi keuntungan atau kerugian antara pemegang saham dan pemegang rekening.

II. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil

1. Faktor Langsung

Di antara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mem-pengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).

i. Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

ii. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan meng-gunakan salah satu metode:
? Rata-rata saldo minimum bulanan.
? Rata-rata total saldo harian
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.

iii. Nisbah (profit sharing ratio)
? Salah satu ciri al mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
? Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
? Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan..
? Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.

2. Faktor Tidak Langsung

i. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.

? Bank dan nasabah melakukan share dalam penda-patan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang "dibagi-hasilkan" merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
? Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.

ii. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalan-nya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

III. Studi Kasus

Untuk mendapatkan gambaran tentang metode perhitungan bagi hasil dan pos-pos pengambilannya, berikut ini disampaikan studi kasus dari Kuwait Finance House, Bank Islam Malaysia, dan Bank Muamalat Indonesia.

1. Kuwait Finance House (KFH)

Kuwait Finance House mencampurkan dan mengumpulkan semua dana yang tersedia dalam satu pul (pool). Hal ini meng-akibatkan semua biaya dan pendapatan ditanggung bersama antara KFH dengan pemegang rekening investasi.
Perhitungan bagi hasil diproses sebagai berikut:

i. Sumber Dana
? Paid-up Capital
? Akumulasi Cadangan
? Investment Accounts
? Saving Accounts
? Current Accounts

ii. Akunting untuk Menghitung Bagi Hasil.

? Pendapatan dari semua jenis digabung menjadi satu.
? Biaya dari semua jenis digabung menjadi satu.
? Pendapatan dikurangi biaya menghasilkan gross profit.
? Sepuluh persen dari gross profit dialokasikan untuk cadangan.
? Sisanya dialokasikan ke berbagai sumber dana sesuai dengan rasio masing-masing dari total portofolio (proporsional).

iii. Investment Rate

? Paid-up Capital & Reserves 100%
? Continuous Investment Accounts 90%
? One Year Investment Accounts 80%
? Saving Accounts 60%
Current account tidak dilibatkan dalam perhitungan bagi hasil meskipun sejumlah investasi dananya berasal dari current account. Profit untuk current account dilakukan secara implisit dan proporsional terhadap sumber-sumber lain.

2. Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB)

Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) adalah pionir per-bankan Islam di Asia Tenggara. BIMB didirikan pada tahun 1983 dengan Lembaga Tabung Haji (Pilgrimage Fund) sebagai pemegang saham utama. Saat ini BIMB memiliki lebih dari 70 cabang, dan tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Kuala Lumpur.
Dalam strategi investasinya bank Islam Malaysia Berhad mencampurkan semua dana yang tersedia dalam satu pul. Meskipun demikian, BIMB tidak memberlakukan sharing, baik dalam pendapatan maupun biaya.
Perhitungan bagi hasil diproses sebagai berikut:

i. Sumber Dana

? Modal dan Akumulasi Cadangan
? Investment Accounts (jangka waktu bervariasi antara 1 hingga 60 bulan)
? Saving Accounts
? Current Accounts

ii. Investment Rates:

? Saving Accounts 100%
? Investment Accounts
? Jangka waktu 1 bulan 80%
? Setiap perpanjangan 1 bulan, rates dinaikkan 5%
? Jangka waktu 60 bulan 130%

iii. Akunting untuk Menghitung Bagi Hasil

? Bank Islam Malaysia Berhad menetapkan tiga rekening pendapatan, yaitu:
? Financing and Investment Income Accounts
? Foreign Exchange Income Accounts
? Fees and Commissions Accounts
? Account-account pendapatan ini dikredit berdasarkan cash basis.
? Financing and investment Income Accounts dan Foreign Exchange Income Accounts merupakan subjek untuk dialokasikan. Sedangkan pendapatan dari fee dan komisi sepenuhnya menjadi milik bank.
? Pendapatan dari pembiayaan, investasi, serta valuta asing digabung dan dialokasikan sesuai dengan maturitas berdasarkan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan. Untuk menunjukkan tingkat kontribusi masing-masing jenis investasi, manajemen BIMB memberikan pembobotan sebagai indeks. Besarnya bobot bervariasi antara 0.8 hingga 1.3, ter-gantung tingkat maturitas masing-masing investasi.
? Semua biaya ditanggung oleh bank (mudharib), ter-masuk provisi untuk risiko pembiayaan dan operasi investasi.
iv. Nisbah Bagi Hasil
Nisbah antara bank (mudharib) dan deposan (shahibul maal untuk saving accounts adalah 50%:50%. Sedangkan untuk investment accounts adalah 30%: 70%.

3. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), Tbk.

Bank Muamalat Indonesia mencampurkan semua dana yang tersedia dalam satu pul. Meskipun demikian, BMI tidak memberlakukan sharing, baik dalam pendapatan maupun biaya.
Perhitungan bagi hasil diproses sebagai berikut:

i. Jenis dana pihak ketiga, investment rates, dan bobot:

? Deposito
? 1 bulan 80%
? 3 bulan 85%
? 6 bulan 90%
? 12 bulan 100%
? Rekening Tabungan 88%
? Rekening Koran 70%

ii. Sumber-sumber pendapatan yang dialokasikan dalam proses penghitungan bagi hasil:

? Pendapatan mark-up.
? Pendapatan komisi pembiayaan.
? Pendapatan diskonto SBPU.
? Pendapatan dari penempatan pada bank lain.

iii. Pendapatan yang dibagikan merupakan perbandingan antara total volume rata-rata

dana pihak ketiga dengan total volume rata-rata pembiayaan dikalikan dengan total pendapatan. Dengan kata lain, jika seluruh pembiayaan bersumber dari dana pihak ketiga, maka seluruh pen-dapatan akan dialokasikan untuk perhitungan bagi hasil.

iv. Pendapatan lain, seperti pendapatan transaksi valuta asing, fee, dan komisi, sepenuhnya menjadi milik bank.

v. Pendapatan dialokasikan ke setiap sumber dana secara proporsional sesuai dengan

saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan setelah dikalikan dengan bobot (weighting).

vi. Bagian pendapatan untuk rekening koran sepenuhnya dimiliki oleh bank dengan asumsi aplikasi rekening koran berdasarkan kontrak wadiah. Meskipun demikian, bank tetap memberikan bonus.

vii. Semua biaya ditanggung oleh bank termasuk provisi untuk risiko pembiayaan dan operasi investasi.

viii. Nisbah yang berlaku sekarang antara bank dan pemegang rekening adalah sebagai berikut:
? Deposito
? 1 bulan 65 : 35
? 3 bulan 66 : 34
? 6 bulan 66 : 34
? 12 bulan 63 : 37
? Rekening Tabungan 45 : 55
? Rekening Koran Bonus
ix. Dari uraian di atas, sebenarnya dalam kasus BMI istilah yang tepat untuk bagi hasil ialah revenue sharing, karena yang dibagikan adalah pendapatan, bukan keuntungan.

Contoh Kasus

1. Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional

BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL
Bapak A memiliki Deposito Nominal = Rp 10.000.000,00Jangka Waktu = 1 (satu) bulan (1 Jan 2000 - 1 Feb 2000)Nisbah = Deposan 57% : Bank 43% Bapak B memiliki Deposito Nominal = Rp 10.000.000,00Jangka Waktu = 1 (satu) bulan (1 Jan 2000- 1 Feb 2000)Bunga = 20% p.a.
Jika keuntungan yang diperoleh untuk deposito dalam 1 (satu) bulan sebesar Rp 30.000.000,00 dan rata-rata saldo deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp 950.000.000,00
Pertanyaan: Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak A ? Pertanyaan: Berapa bunga yang diperoleh Bapak B ?
Jawab:Rp (10.000.000 : 950.000.000) X Rp 30.000.000 X 57%= Rp 180.000 Jawab:Rp 10.000.000 X (31: 365 hari) X 20%= Rp 169.863'

2. Kesimpulan

i. Kesimpulan I
BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL
Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh deposan tergantung pada:? Pendapatan Bank? Nisbah bagi hasil antara na-sabah dan Bank? Nominal deposito nasabah? Rata-rata saldo deposito un-tuk jangka waktu tertentu yang ada pada Bank? Jangka waktu deposito ka-rena berpengaruh pada lama-nya investasi Besar kecilnya bunga yang di-peroleh deposan tergantung kepada:? Tingkat bunga yang ber-laku? Nominal deposito? Jangka waktu deposito

ii. Kesimpulan II
BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL
? Bank Syariah memberi ke-untungan kepada deposan dengan pendekatan LDR (Loan to Deposit Ratio), ? Semua bunga yang diberi-kan kepada deposan men-jadi beban biaya langsung
yaitu mempertimbangkan rasio antara dana pihak ke-tiga dengan pembiayaan yang diberikan? Dalam perbankan syariah LDR bukan saja mencermin-kan keseimbangan tetapi juga keadilan, karena bank benar-benar membagikan hasil riil dari dunia usaha (loan) kepada penabung (deposit). ? Tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun.? Konsekuensinya, bank ha-rus menambahi bila bunga dari peminjam ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban bunga ke deposan. Hal ini terke-nal dengan istilah negative spread atau keuntungan negatif alias rugi.

POLA MANAJEMEN BANK SYARIAH

1 Kedudukan Manajemen dalam Syariah Islam

Perbuatan manusia menurut pendekatan syariah dapat berbentuk perbuatan ibadah dan dapat berbentuk perbuatan mu’amalah. Suatu perbuatan ibadah pada asalnya tidak boleh dilakukan kecuali ada dalil atau ketentuan yang terdapat dalam Al Qur’an dan/atau Al Hadits, yang menyatakan bahwa perbuatan itu harus atau boleh dilakukan. Sedang dalam mu’amalah pada asalnya semua perbuatan boleh dilakukan kecuali ada ketentuan dalam Al Qur’an dan/atau Al Hadits yang melarangnya.

Perbuatan ibadah adalah yang dinyatakan oleh Al Qur’an dan Al Hadits tentang cara-cara beribadah seperti shalat, puasa, ibadah haji dan lain-lain. Baik tata caranya, waktunya, dan tempatnya dengan tegas dan jelas telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan/atau Al Hadits. Tidak boleh ditambah, dikurangi atau diubah.

Sedangkan perbuatan mu’amalah adalah semua perbuatan yang bersifat duniawi yang asalnya adalah mubah, yaitu boleh dan dapat dilakukan dengan bebas, sepanjang tidak ada larangan di dalam al Qur’an dan / atau Hadits, dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan akhlak. Mengenai hal ini Rasulullah bersabda :

“Kamu lebih mengetahui tentang urusan-urusan duniamu” (HR Muslim).

Menurut kaidah Ushul Fiqh, suatu perbuatan yang mubah bisa menjadi perbuatan wajib jika tanpa perbuatan itu perbuatan wajib menjadi terhalang. Dengan kata lain, jika suatu perbuatan wajib menjadi tidak sempurna tanpa adanya perbuatan lain, maka perbuatan lain itu menjadi wajib.

Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosioekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual ummat manusia. Ummat manusia yang mmemiliki kedudukan yang sama di sisi Allah sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba Nya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan materiil dan spirituil telah dipenuhi.

Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki.

Dengan sangat bijaksana Imam Ghazali meletakkan iman pada urutan pertama dalam daftar tujuan (maqashid) syariat itu, karena dalam perspektif Islam, iman adalah isi yang sangat penting bagi kebahagiaan manusia. Imanlah yang meletakkan hubungan-hubungan kemanusiaan pada fondasi yang benar, yang memungkinkan manusia berinteraksi satu sama lain dalam suatu pergaulan yang seimbang dan saling menguntungkan dalam mencapai kebahagiaan bersama. Iman juga memberikan suatu filter moral bagi alokasi dan distribusi sumber-sumber daya menurut kehendak persaudaraan dan keadilan ekonomi, disamping menyediakan pula suatu sistim pendorong untuk mencapai sasaran seperti pemenuhan kebutuhan serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Tanpa menyuntikkan dimensi keimanan ke dalam semua keputusan yang dibuat oleh manusia, baik itu dalam rumah tangga, direksi perusahaan, pasar atau politbiro, maka tidaklah mungkin diwujudkan efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi sumber daya untuk mengurangi ketidak-simbangan makro ekonomi dan ketidak-stabilan ekonomi atau memberantas kejahatan, keresahan, ketegangan dan berbagai simptom penyakit anomie.

Imam Ghazali meletakkan harta-benda dalam urutan terakhir karena harta bukanlah tujuan itu sendiri. Ia hanyalah suatu alat perantara, meskipun sangat penting, untuk merealisasikan kebahagiaan manusia. Harta-benda tidak dapat mengantarkan tujuan ini, kecuali bila dialokasikan dan didistribusikan secara merata. Hal ini menuntut penyertaan kriteria moral tertentu dalam menikmati harta-benda, operasi pasar dan politbiro. Apabila harta-benda menjadi tujuan itu sendiri, maka akan mengakibatkan ketidak-merataan, ketidak seimbangan dan perusakan lingkungan yang pada akhirnya akan mengurangi kebahagiaan anggota masyarakat di masa sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.

Tiga tujuan yang berada di tengah, yaitu kehidupan, akal dan keturunan, berhubungan dengan manusia itu sendiri dan kebahagiaannya menjadi tujuan utama syariah. Komitmen moral bagi perlindungan tiga tujuan itu melalui alokasi dan distribusi sumber daya tidak mungkin berasal dari sistim harga dan pasar dalam suatu lingkungan sekuler. Justru kehidupan, akal dan keturunan ummat manusia seluruhnya itulah yang harus dilindungi dan diperkaya, bukan hanya mereka yang sudah kaya dan kelas tinggi saja. Segala sesuatu yang diperlukan untuk memperkaya tiga tujuan ini bagi semua ummat manusia harus dianggap sebagai kebutuhan. Begitu pula semua hal yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seperti makanan yang cukup, sandang, papan, pendidikan spiritual dan intelektual, lingkungan yang secara spiritual dan fisik sehat (dengan ketegangan, kejahatan dan polusi yang minim), fasilitas kesehatan, transportasi yang nyaman, istirahat yang cukup untuk bersilatur rahim dengan keluarga dan tugas-tugas sosial dan kesempatan untuk hidup yang bermartabat. Pemenuhan kebutuhan ini akan menjamin generasi sekarang dan yang akan datang dalam kedamaian, kenyamanan, sehat dan efisien serta mampu memberikan kontribusi secara baik bagi realisasi dan kelanggengan falah dan hayatan thayyibah. Setiap alokasi dan distribusi sumber daya yang tidak membantu mewujudkan falah dan hayatan thayyibah , menurut Ibnu Qayyim, tidak mencerminkan hikmah dan tidak dapat dianggap efisien dan merata (adil)

Untuk melaksanakan kewajiban tersebut para penguasa atau pengusaha harus manjalankan manajemen yang baik dan sehat. Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak boleh ditinggalkan (conditio sine qua non) demi mencapai hasil tugas yang baik. Oleh karena itu para penguasa atau pengusaha wajib mempelajari ilmu manajemen. Apalagi bila prinsip atau teknik manajemen itu terdapat atau diisyaratkan dalam Al Qur’ an atau Al Hadits.

Beberapa prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang ada relevansinya dengan Al Qur’an atau Al Hadits antara lain sebagai berikut:

1.1. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf, yaitu perbuatan yang baik dan terpuji seperti perbuatan tolong-menolong (taawun), menegakkan keadilan di antara manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar (keji), seperti korupsi, suap, pemborosan dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan harus diberantas.

Menyeru kepada kebajikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar) adalah wajib sebagaimana firman Allah SWT:

“Hendaklah ada diantara kamu ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan keji” (QS 3 : 104)

Untuk melaksanakan prinsip tersebut, ilmu manajemen harus dipelajari dan dilaksanakan secara sehat, baik secara bijak maupun secara ilmiah.

1.2. Kewajiban Menegakkan Kebenaran

Ajaran Islam adalah metode Ilahi untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kebatilan, dan untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera serta diridhai Tuhan.

Kebenaran (haq) menurut ukuran dan norma Islam, antara lain tersirat di dalam firman Allah Surat (17) Al Isra ayat 81:

“Katakanlah ya Muhammad ! Telah datang kebenaran dan telah sirna yang batil. Sesungguhnya yang batil itu akan lenyap”.

Firman Allah dalam Surat (3) Ali Imran ayat 60 menyatakan:

“Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau termasuk salah seorang yang ragu-ragu”.

Manajemen sebagai suatu metode pengelolaan yang baik dan benar, untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan dan menegakkan kebenaran. Menegakkan kebenaran adalah metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian manajemen yang disusun oleh manusia untuk menegakkan kebenaran itu menjadi wajib.

1.3. Kewajiban Menegakkan Keadilan.

Hukum syariah mewajibkan kita menegakkan keadilan, kapan dan di manapun. Allah berfirman di Surat (4) An Nisa’ ayat 58 :

“Jika kamu menghukum di antara manusia, hendaknya kamu menghukum (mengadili) secara adil”

dan firman Allah dalam Surat (7) Al A’raf ayat 29 menyatakan bahwa:

Katakanlah ya Muhammad ! “ Tuhanku memerintahkan bertindak adil “.

Semua perbuatan harus dilakukan dengan adil. Adil dalam menimbang, adil dalam bertindak, dan adil dalam menghukum. Adil itu harus dilakukan di manapun dan dalam keadaan apapun, baik di waktu senang maupun di waktu susah. Sewaktu sebagai orang kecil harus berbuat adil, sewaktu sebagai orang yang berkuasapun harus adil. Tiap muslim harus adil kepada dirinya sendiri dan adil pula terhadap orang lain.

1.4. Kewajiban menyampaikan amanah

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amanah. Kewajiban menunaikan amanah dinyatakan oleh Allah dalam Surat (4) An Nisa’ ayat 58 :

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.

Ayat ini mengandung pengertian bahwa Allah memerintahkan agar selalu menunaikan amanat dalam segala bentuknya, baik amanat perorangan, seperti dalam jual-beli, hukum perjanjian yang termaktub dalam Kitab al Buyu’ (hukum dagang) maupun amanat perusahaan, amanat rakyat dan negara, seperti yang dipikul oleh seorang pejabat pemerintah, ataupun amanat Allah dan ummat, seperti yang dipikul oleh seorang pemimpin Islam. Mereka tanpa kecuali memikul beban untuk memelihara dan menyampaikan amanat.

Mengenai kewajiban menunaikan amanat di bidang muamalah, Allah berfirman dalam Surat (2) Al Baqarah ayat 283 :

“Maka hendaklah (orang) yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) kepada yang berhak (yang berpiutang)”.

Seorang manajer perusahaan adalah pemegang amanat dari pemegang sahamnya, yang wajib mengelola perusahaan dengan baik, sehingga menguntungkan pemegang saham dan memuaskan konsumennya. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap hamba itu adalah pengembala (pemelihara) harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atas harta yang dikelolanya”. (HR Muslim)

Sebaliknya orang-orang yang menyalah-gunakan amanat (berkhianat) adalah berdosa di sisi Allah, dan dapat dihukum di dunia maupun di akhirat. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya pengurus-pengurus (manajer) yang buruk akan disiksa, berhati-hatilah engkau untuk menjadi mereka (manajer) “.(HR Muslim)

Dengan demikian jelaslah bahwa hak dan kewajiban seseorang dalam manajemen secara tegas diatur di dalam hukum syariah. Pengaturannya antara lain terdapat dalam Hukum Syariah, Bab al buyu’, Hukum Perjanjian, atau Bab Imarah dan Khilafah yang dinyatakan dengan dalil dan nash dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Semua hukum tersebut wajib dilaksanakan dan dikembangkan seperti hukum-hukum lain. Demikian pula prinsip-prinsip manajemen yang terdapat di dalam Al Qur’an dan Al Hadits, yang selalu segar, tidak menemui kejanggalan, sehingga sewajarnyalah diterapkan dalam praktek.

Islam memberikan keluwesan untuk ber-ijtihad. Dengan peralatan dalil nash Al Qur’an dan Al Hadits yang ditunjang oleh kemampuan ilmu pengetahuan modern, seorang manajer akan dapat ber-ijtihad sehingga mendapatkan hasil (natijah) yang memuaskan.

2. Dasar dan Tujuan Manajemen.

Semua organisasi, baik yang berbentuk badan usaha swasta, badan yang bersifat publik ataupun lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan tentu mempunyai suatu tujuan sendiri-sendiri yang merupakan motivasi dari pendiriannya.

Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapat keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer di manapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.

Manajemen yang kita kenal sekarang ini adalah manajemen Barat yang individualistis dan kapitalistis. Di dalam masyarakat yang individualistis, kepentingan bersama dapat ditangguhkan demi kepentingan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka telah meninggalkan nilai-nilai religius yang berdasarkan hubungan tanggung jawab antara manusia dengan Tuhannya, baik mengenai suruhan yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar, semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya.

2.1. Kebutuhan fitrah manusia sebagai dasar manajemen

Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati. Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia mempunyai tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang oleh karenanya merupakan subyek dari fisiknya. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum, pakaian dan perlindungan (QS 7:31). Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat dengan hukum-hukum fisik semata.

Manusia juga adalah makhluk biologis, karena itu juga tunduk pada hukum-hukum biologis. Guna melestarikan spesiesnya, manusia mempunyai alat reproduksi dalam dirinya yang ditandai oleh kecenderungan berupa sex dan berkembang biak (QS 3:14).

Namun manusia juga bukan hanya merupakan alat reproduksi yang dapat diteliti dengan kacamata sexologi semata. Manusia juga memiliki akal yang membutuhkan sarana berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk memikirkan berbagai rahasia dari ciptaan Allah yang ada di langit dan di bumi (QS 3:189). Sebagai makhluk rasional, sifat akal selalu menuntut kepuasan. Dari sudut pandang ini maka ilmu pengetahuan adalah merupakan tuntutan kebutuhannya.

Selain itu manusia juga termasuk makhluk sosial yang didorong oleh watak aslinya untuk bergaul dengan manusia lainnya. Keinginan alamiah untuk menjalin hubungan permanen antara pria dan wanita, ketergantungan anak manusia akan perlindungan orang tuanya, keinginan manusia untuk membela kepentingan keturunannya dan mempertahankan kasih sayang antara saudara sedarah, kesemuanya itu merupakan kecenderungan alami yang mengarahkan mereka dalam membangun kehidupan sosialnya.

Namun, keramah-tamahan dalam pergaulan hanyalah merupakan salah satu kualitas eksistensinya. Hal ini bukan satu-satunya acuan untuk melengkapi pemenuhan kebutuhan kehidupan yang sempurna. Justru di jaman sekarang ini tidak jarang orang berbuat riya’, ingin dilihat orang, minta agar sedekah yang diberikannya diumumkan, agar diketahui dan dipuji, kemudian memperoleh julukan dermawan. Padahal di mata Allah, nilai setiap amal itu tergantung pada niatnya.

Agar manusia selalu terdorong untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, Allah menghiasi pula dengan nafsu dan keinginan, baik untuk memperoleh kesenangan biologis (sex dan beranak pinak) maupun kesenangan lainnya seperti kecintaan kepada harta yang banyak, dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang (QS 3:14).

Nafsulah yang merupakan motivator bagi manusia untuk selalu berusaha memenuhi keinginannya tersebut. Guna memenuhi keinginannya itu, sang nafsu lalu meminta bantuan akal untuk mencari cara yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkan-nya. Akal akan menawarkan berbagai alternatif, sesuai dengan kapasitasnya. Kualitas akal ini akan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan tawaran alternatif metode yang disarankan oleh akal tersebut bisa bersifat rasional atau irrasional. Biasanya alternatif yang ditawarkan itu bersifat netral dan bebas nilai. Metode yang bersifat rasional adalah seperti bercocok tanam, bekerja memproduksi barang yang diinginkan, melakukan pertukaran barang dengan orang lain, meminta harta warisan yang menjadi haknya, bahkan termasuk mengemis, mencuri, merampok dan sebagainya. Sedangkan metode yang bersifat irrasional adalah seperti menggunakan ilmu sihir, spekulasi, berjudi dan lain-lain.

Manusia adalah juga merupakan makhluk moral spiritual, yang membedakan antara kebaikan dan kejahatan, memiliki dorongan bawaan untuk mencapai realitas di luar pengertian akal. Fungsi dari moral spiritual ini diperankan oleh hati. Dalam hal ini, hati berfungsi memberikan pertimbangan kepada nafsu, apakah jenis kebutuhan yang diinginkannya itu halal atau haram, bermanfaat ataukah membahayakan dirinya, jumlah kebutuhan yang diinginkannya itu wajar ataukah berlebihan, dan cara mendapatkannya itu layak ataukah tidak untuk diperturutkan dan dilaksanakan.

Kualitas dari pertimbangan hati itu akan tergantung kepada sistem nilai yang dianutnya dan intensitasnya mengingat Ilah yang diimaninya. Apabila hati beriman kepada Allah dan selalu mengingatNya dengan intensitas yang tinggi, maka nilai pertimbangannya pun semakin baik sesuai dengan norma-norma etika yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebaliknya apabila hati beriman kepada toghut maka nilai pertimbangannya pun akan sesat karena mengukuti nasihat-nasihat toghut.

Akumulasi interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan kualitas nilai diri manusia tersebut. Diri yang seimbang (nafs al muthmainnah) hanya akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang dihalalkan oleh Allah swt., dalam jumlah yang diperlukan saja, tidak berlebihan dan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Allah dan RasulNya. Lain halnya dengan diri yang serakah (nafs al lawwamah) dan liar (nafs al amarah) yang selalu terdorong memenuhi segala keinginan, seperti yang diciptakan oleh setan-setan kapitalis yang memang sangat kreatif dan aktif dalam menciptakan, memproduksi, dan mendorong timbulnya kebutuhan-kebutuhan secara berlebihan, yang justru merusak kualitas hidup manusia, seperti makanan haram, minuman keras, obat-obat terlarang, judi, seks bebas dan sebagainya. Untuk mendapatkannya pun ditempuh dengan cara-cara yang dilarang oleh Islam, seperti menyuap, merampas, korupsi, menipu, mencuri, merampok, riba, judi, perdagangan gelap, menimbun dan usaha-usaha lain yang menghancurkan masyarakat. Dorongan-dorongan itulah yang melandasi paradigma ekonomi kapitalis yang menyatakan bahwa kebutuhan tidak terbatas, sehingga mereka terus memproduksi apa saja asal masih ada yang menginginkan, meskipun produk itu tidak bermanfaat, bertentangan dengan fitrah kebutuhan manusia, bahkan merusak masyarakat secara keseluruhan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia yang terdiri dari keseluruhan sifat-sifat tersebut (fisik, biologis, intelektual, spiritual dan sosiologis) memiliki kebutuhan masing-masing yang dipadukan bersama-sama. Sementara di luar itu, ada suatu masalah penting untuk dipertimbangkan, yaitu – dengan segala keberadaannya dalam semua aspek kehidupannya yang beragam- manusia merupakan bagian dari sistem alam raya yang sangat besar dan luas.

Keseimbangan pemenuhan kebutuhan masing-masing unsur tersebut akan sangat bergantung kepada lemah-kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yang diperani oleh akal dan hati. Akal dan hati yang berkualitas pasti akan membatasi konsumsinya sebatas kebutuhan fitrahnya. Konsumsi yang melebihi kebutuhan fitrah adalah kebutuhan palsu, yang justru akan merusak dirinya.

Demikianlah Allah swt telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, yang terdiri dari berbagai unsur yang terorganisir dengan rapi dan interaksi antar unsur-unsur yang ada mencerminkan suatu sistem manajemen yang sangat sempurna dan canggih. Sudah seharusnya manusia menjadikannya sebagai I’tibar dalam membangun suatu sistem organisasi dan manajemen yang baik.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang kokoh” (QS 61: 4)

2.2. Tujuan hidup manusia sebagai tujuan manajemen

Allah berfirman :

“ Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka hanya mengabdi kepada-Ku” (QS 51:56).

Inilah tujuan hidup manusia menurut ajaran Allah SWT., yang berintikan tauhid (pengesaan Tuhan) diikuti dengan seruan agar manusia beriman dan cinta kepada Allah dan Rasulnya serta yakin akan adanya hari akhirat. Segala tindakan dan kegiatan manusia hendaknya dilandasi motivasi untuk memperoleh keridlaan Allah, orientasinya kepada kebahagiaan akhirat (tanpa melupakan bagiannya di dunia) dan aplikasinya adalah ditegakkannya hukum (syariah) Allah di bumi. Inilah yang membedakannya dengan orang-orang sekuler, yang motivasi dan orientasi sikap, tindakan dan kegiatannya hanya untuk memperoleh kesenangan hidup di dunia saja, dan aplikasinya adalah tujuan menghalalkan segala cara.

Bagi setiap muslim, keridlaan Allah adalah segala sumber dari kebahagiaan, di dunia dan di akhirat. Dunia adalah ladang tempat bertanam, hasil yang dinikmatinya di dunia adalah bagian kecil saja dari hasil yang sesungguhnya akan diperoleh. Bagian hasil terbesar justru akan dinikmatinya di akhirat. Allah, selain sebagai satu-satunya zat yang patut disembah (tauhid uluhiyah), Allah jualah satu-satunya pengatur seluruh alam beserta isinya (tauhid rubbubiyah). Manusia sebagai hamba-Nya wajib menyerahkan diri bulat-bulat kepada-Nya dan rela untuk diatur oleh-Nya. Pemenuhan kebutuhan hidupnya di dunia sebatas keperluan untuk mengabdikan dirinya kepada Allah. Oleh karenanya setiap usaha yang dilakukan dalam kehidupan dunia ini haruslah senantiasa disesuaikan dengan hukum dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh syariah Allah SWT.

Manusia diciptakan Allah agar berfungsi sebagai penguasa (khalifah) di bumi (QS 6: 165) dengan tugas untuk memelihara dan memakmurkan bumi. Karena bumi dengan semua sistem ekologi yang telah diciptakan Allah itu sudah merupakan tempat yang baik bagi hidup mereka. Pemanfaatan segala sumber daya di dalamnya harus dilakukan dengan daya cipta yang tinggi dan dengan memperhatikan prinsip keseimbangan. Manusia harus menyadari segala tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan di bumi. Tugas ini memerlukan pengertian yang tepat tentang hukum-hukum Allah yang menguasai alam ciptaan-Nya, dilanjutkan dengan kegiatan bertindak untuk melakukan suatu yang baru, yang baik (saleh), untuk kebaikan (maslahat) bagi manusia, dengan menggunakan teknologi yang sesuai dengan hukum itu. Hal ini berkaitan erat dengan ajaran tentang prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran dalam kegiatan hidup, terutama dalam kegiatan ekonomi yang menyangkut proses pembagian kekayaan dan pemerataannya di antara masyarakat.

Beberapa faktor strategis dan fundamental harus dipertimbangkan dalam menentukan penilaian dasar dan tujuan manajemen yaitu:

(a) Hak Asasi Manusia

Bahwa manusia adalah makhluk termulia yang diciptakan Tuhan (QS 17:70). Oleh karena itu semua kegiatan manusia haruslah dalam rangka memelihara nilai kemuliaannya itu.

Manajemen harus bertolak dari prinsip memelihara nilai-nilai kemuliaan manusia, yang telah diberikan contoh oleh Allah. Nilai-nilai serta hakekat dari manusia tidak boleh dikurangi, atau diabaikan dalam pelaksanaan manajemen, karena semua yang ada di permukaan bumi ini disediakan untuk manusia, bukan sebaliknya. Manusia tidak diperkenankan oleh Allah menyembah benda, betapapun pentingnya benda tersebut bagi manusia. Manusia juga tidak boleh menyembah seorang oknum, betapapun besarnya kekuasaan dan kekayaannya. Manusia hanya wajib menyembah Allah. Inilah hakikat hak asasi manusia yang harus dianut pula dalam manajemen.

(b) Hak dan kewajiban bekerja

Ajaran Islam tidak mengenal kelas dalam masyarakat yang membagi manusia menurut tingkat-tingkat yang dibuat oleh manusia itu sendiri, untuk menimbulkan tidak adanya persamaan (musawah) diantara manusia, seperti antara kelas bangsawan dan kelas kawula di masyarakat feodalistis ataupun kelas majikan dan buruh dalam masyarakat kapitalis dan komunis.

Ajaran Islam juga tidak mengenal adanya kelas manajer, karena adanya sekelompok orang yang berfungsi sebagai manajer hanya dapat dilihat dari pembagian kerja, atas dasar persetujuan bersama, atau atas dasar kemampuan manajerial semata. Disini Islam hanya mengenal konsep pembagian kerja yang didasarkan pada kemampuan fisik, ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing manusia. Menurut Roger Garaudy, bekerja memainkan peranan pokok yang sangat penting sebagai dasar pemilihan hak bekerja di dalam Islam.

Adanya jenjang-jenjang dalam organisasi kerja hendaknya semata-mata dimaksudkan agar setiap potensi, baik potensi fisik, ilmu dan teknologi dapat disinergikan, sebagaimana firman Allah :

“ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan”. (QS 43: 32)

(c) Akhlaqul karimah

Ajaran Islam didasarkan dan ditujukan untuk membentuk akhlak yang luhur. Dengan akhlak yang luhur, manusia diharapkan melakukan perbuatan yang baik, indah, serasi dan harmonis. Dengan demikian, prinsip manajemen dan pelaksanaannya wajib dijiwai, dipimpin dan diarahkan untuk mencapai kebaikan (mashlahat), berdasarkan konsepsi dan norma-norma yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya.

Firman Allah :

“Berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu membuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS 28: 77)

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2).

Konsepsi ajaran akhlak menuju perbuatan baik dan terpuji (amal shaleh), berfaedah dan indah, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah.

Konsep amal shaleh menjadi inti ajaran Islam yang harus diterapkan dan untuk melatar-belakangi manajemen, baik dalam konsepsi, struktur maupun operasinya.

3. Unsur-Unsur Manajemen

(a) Perencanaan.

Semua dasar dan tujuan manajemen seperti tersebut di atas haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah pencapaian tujuan manajemen maka setiap usaha itu harus didahului oleh proses perencanaan yang baik. Allah berfirman :

“ Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan rencanakanlah masa depanmu. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa-apa yang kalian perbuat” (QS 59:18)

Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes, procedures dan budget.

a. Forecasting

Forecasting adalah suatu peramalan usaha yang sistematis, yang paling mungkin memperoleh sesuatu di masa yang akan datang, dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan yang rasional atas fakta yang ada. Fungsi perkiraan adalah untuk memberi informasi sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Bagi manajer yang telah berpengalaman tidak jarang terjadi perkiraan itu dilakukan berdasarkan intuisi, atau firasat. Hal ini juga dapat bersumber dari taufiq dan hidayah Allah bagi mereka yang dikehendakiNya. Oleh karena itu adalah merupakan suatu kebiasaan yang baik bagi setiap muslim, dalam menghadapi suatu persoalan yang musykil, meminta petunjuk dari Allah, dengan cara shalat istikharah, untuk mendapatkan petunjuk dan hidayahNya, dalam mengambil keputusan atau merencanakan sesuatu. Kebiasaan demikian akan membawa kepada sikap taqarrub kepada Allah, dan membiasakan diri untuk tidak mengambil tindakan yang gegabah dalam segala hal.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh manajemen bank adalah melakukan peramalan usaha dengan melihat kondisi internal dan eksternal dalam rangka perumusan kebijakan dasar. Kondisi internal meliputi potensi dan fasilitas yang tersedia, distribusi aktiva, posisi dana-dana, pendapatan dan biaya. Sedangkan kondisi eksternal meliputi menelaahan situasi moneter, lokal dan internasional, peraturan-peraturan, situasi dan kondisi perda-gangan, nasional dan internasional.

b. Objective

Objective atau tujuan adalah nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau Badan Usaha. Untuk mencapai tujuan itu dia bersedia memberi pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu terjangkau.

Tujuan suatu organisasi harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan penuh kesadaraan.

Tujuan manajemen bank syariah tidak saja meningkatkan kesejahteraan bagi para stake holders, tetapi juga harus mempromosikan dan mengembangan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya kedalam bisnis keuangan dan bisnis lainnya yang terkait. Oleh karena itu aktivitas perencanaan tujuan masa depan harus dilakukan dengan baik, teliti, lengkap dan rinci, dan perumusan kebijakan itu haruslah disusun bersama oleh direksi bersama-sama dengan dewan komisaris dan dewan pengawas syariah, dan perencanaan operasional harus disusun bersama dengan para pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional. Islam menganjurkan melakukan musyawarah, dan bukan one man show. Sebagaimana Allah berfirman :

“ Maka dikarenakan karunia dari Allah engkau bersikap lemah lembut kepada mereka. Kalau engkau bersikap kasar dan berhati keras maka mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu maafkanlah mereka dan mintalah ampunan untuk mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam setiap urusan kalian. Maka jika kamu sudah bertekad (mengambil keputusan) bulat, maka berserah dirilah kepada Allah, Sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang bertawakkkal. (QS 3 : 159).

Kita diperintah oleh Allah untuk memusyawarahkan dan memutuskan sesuatu yang bermanfaat, bukan keputusan yang sekedar coba-coba dan salah (try and error) kemudian mencoba lagi sampai menemukan sesuatu yang fixed. Hal itu membuang energy dan waktu. Pada surah An Nahl Allah berfirman :

“ Dan janganlah kalian seperti perempuan tua yang merombak kembali tenunannya setelah jadi. Kalian menjadikan sumpah-sumpah kalian sebagai tipu daya agar kalian menjadi ummat yang lebih besar dari ummat lainnya (merebut massa dengan segala cara). Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan persoalan itu dan pasti akan dijelaskanNya pada hari kiamat apa-apa yang mereka perselisihkan” (QS 16:96).

Jadi yang dimaksudkan adalah agar kita menyusun perencanaan tujuan secara profesional, tidak sekedar coba-coba.

c. Policies

Policies dapat berarti rencana kegiatan (plan of action) atau juga dapat diartikan sebagai suatu pedoman pokok (guiding principles) yang diadakan oleh suatu Badan Usaha untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang.

Suatu policies dapat dikenal dengan dua macam sifat, yaitu pertama merupakan prinsip-prinsip dan kedua sebagai aturan untuk kegiatan-kegiatan (rules of actions). Oleh karena itu policies merupakan prinsip yang menjadi aturan dalam kegiatan yang terus-menerus, setidak-tidaknya selama jangka waktu pelaksanaan rencana suatu organisasi.

Keputusan mengenai suatu policies ditentukan oleh top manajemen atau chief excecutive officer atau Board of Directors dari suatu Badan Usaha. Para manajer bertanggung jawab (accountable) untuk menafsirkan, menjelaskan dan menjamin pelaksanaan policies tersebut.

Suatu policies haruslah merupakan suatu pernyataan positif (positive declaration) dan merupakan perintah yang harus dipatuhi (imperative) oleh seluruh jajaran di dalam organisasi secara vertikal ke bawah.

Bidang kegiatan bank yang perlu dirumuskan dalam wujud kebijakan dasar (basic policies) umumnya meliputi bidang penting bagi aktivitas bank, yaitu sebagai berikut:

i. Tipe nasabah yang dilayani

Bank harus menetapkan tipe nasabah yang menjadi sasaran bagi pemasaran produknya. Melalui berbagai pertimbangan, bank dapat memutuskan untuk hanya melayani usaha kecil dan menengah saja, sedangkan usaha besar tidak. Dengan pertimbangaannya sendiri bank lain juga dapat memutuskan untuk melayani semua jenis nasabah, baik usaha besar, usaha menengah, usaha kecil maupun perorangan.

ii. Jenis layanan yang disediakan bagi nasabah

Jenis layanan yang disediakan oleh bank biasanya berkaitan erat dengan tipe nasabah yang ingin dilayani. Jenis nasabah tertentu cukup dilayani melalui beberapa produk seperti tabungan, pinjaman, transfer dan inkaso, tetapi nasabah lain memerlukan jasa yang lebih terkait dengan informasi dan pelayanan bisnis perusahaan seperti trust and corporate services. Ada juga bank yang memutuskan untuk melayani kebutuhan kelancaran urusan rumah-tangga nasabah seperti pembayaran rekening listrik, air, telepon, pajak, servis mobil dan lain sebagainya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keputusan bank, apakah akan menyadiakan semua jenis layanan perbankan (universal banking) ataukah hanya menekankan pada atau memberikan perhatian yang besar pada penyediaan jenis layanan tertentu saja, bukan hanya tergantung pada kesempatan meraih potensi pasar yang mereka hadapi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, seperti permodalan, kemampuan organisasi dan sumber daya manusia, kemampuan teknologi dan sebagainya.

iii. Daerah atau wilayah pelayanan

Pertimbangan wilayah pelayanan berkaitan dengan perencanaan jaringan kerja, pembukaan kantor-kantor cabang dan besar kecilnya kantor-kantor cabang tersebut. Sentra-sentra ekonomi harus ditelaah terlebih dahulu, yaitu seperti pertanian, industri, perdagangan dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan kebijakan desentralisasi manajemen dan pendelegasian wewenang.

iv. Sistem penyampaian (delivery system) produk & jasa bank

Kebijakan ini berkaitan dengan pola perluasan jangkauan pemasaran dan penyampaian produk dan jasa bank. Sebagian bank mengutamakan penggunaan jaringan organik yang dimilikinya sendiri seperti kantor cabang, kantor kas dsb. Sebagian bank lain memilih melakukan outsourcing dengan mempergunakan agen-agen sebagai remarketer.

v. Distribusi aktiva produktif

Dalam menerapkan distribusi aktiva produktif perlu disusun kebijakan alokasi dana, baik menurut sektor ekonomi, sektor industri maupun daerah atau wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sektor industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan, sekian persen untuk riil estat, sekian persen untuk investasi dan penyertaan. Demikian juga ratio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya, dengan memperhatikan penyebaran sumber daya (speading resources) dan penyebaran resiko (spreading risk).

vi. Preferensi likuiditas

Hal ini adalah suatu yang sangat penting, kerena erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat kelanggengan bank. Sumber-sumber dana inti (core funds) yang stabil memberikan pengaruh yang kuat pada kemampuan likuiditas bank.

vii. Persaingan

Kebanyakan bank sangat peka dan berlaku kompetitif dalam merebut hati para nasabah. Ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya yang relatif murah adalah dambaan nasabah. Karena itu bank harus tanggap dan berupaya menciptakan suasana fanatisme nasabah melalui pelayanan prima agar mampu bersaing dengan baik.

Allah berfirman : “ Dan bagi tiap-tiap sesuatu mempunyai sasaran (tujuan) yang dihadapinya. Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan di mana saja kalian berada. Pasti Allah akan mengumpulkan kalian semuanya. Sesungguhnya Allah itu berkuasa atas segala sesuatu” (QS 2 : 148).

viii. Pengembangan dan pelatihan staf

Pengembangan dan pelatihan staf haruslah merupakan kebijakan utama manajemen bank. Allah menyuruh Nabi untuk memperbaiki kondisi dan skill ummat dengan cara memberikan kepada mereka latihan-latihan atau training. Untuk menambah keimanan dan keyakinan merekapun memerlukan training. Hal ini dapat kita jumpai antara lain dalam Surah Al Anfal (8): 65 dan Surah At Taubah (9): 33 sebagai berikut :

“ Wahai Nabi, timbulkan hasrat orang beriman sampai mereka mampu sekalipun untuk berperang. Dan sekiranya kalian berjumlah dua puluh orang akan mampu mengalahkan dua ratus orang, dan sekiranya kalian berjumlah dua ratus orang akan mampu mengalahkan seribu orang dari orang-orang kafir, disebabkan karena orang-orang kafir itu tidak memahami” (QS 8 : 65)

“Dialah Allah yang mengutus RasulNya dengan membawa al huda (al qur’an) dan pola hidup yang haq agar dienul islam tadi berada di atas pola-pola hidup lainnya. Sekalipun orang musyrik tidak senang” (QS 9 : 33).

Hidup adalah suatu medan perjuangan. Hidup ini penuh tantangan, bahkan Jepang dan Cina telah menjadikan teori perang Tzun Tzu, seorang ahli strategi Cina sekitar 500 SM sebagai teori perdagangan. Mereka menyimpulkan business is war. Dengan begitu kita dapat mengerti bahwa persaingan bisnis itu akan lebih menjurus kepada sadistis karena bisnis sudah dianggap perang, teori-teori perang sudah dimasukkan ke dalam teori bisnis. Dengan demikian maka training and development harus lebih ditingkatkan lagi, bagi peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

Bank Indonesia sangat menekankan hal ini secara eksplisit dalam Petunjuk Pelaksanan Pembukaan Kantor bank Syariah. Sebagai lembaga yang knowledge intentive, maka ketrampilan dan keahlian staf menjadi kunci keberhasilan bank. Selain itu, Sumber Daya Insani bank syariah dituntut memiliki pengetahuan mengenai ketentuan dan prinsip syariah secara baik, dan memiliki akhlak dan moral Islami. Akhlak dan moral Islami dalam bekerja dapat disarikan dalam empat ciri pokok, yaitu : (1) Shiddiq (benar dan jujur), (2) Amanah (dapat dipercaya), (3) tabligh (mengembangkan lingkungan dan bawahan menuju kebaikan) dan (4) Fathonah (kompeten dan profesional).

Oleh karena itu kebijakan pengembangan sumber daya insani harus disusun dan dirumuskan dengan jelas dan mudah difahami oleh semua lapisan karyawan.

i. Programmes

Programmes adalah sederetan kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies. Program itu merupakan rencana kegiatan yang dinamis yang biasanya dilaksanakan secara bertahap, dan terikat dengan ruang (place) dan waktu (time).

Program itu harus merupakan suatu kesatuan yang terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan tujuan yang telah ditentukan dalam organisasi (closely integrated).

j. Schedules

Schedules adalah pembagian program yang harus diselesaikan menurut urut-urutan waktu tertentu. Dalam keadaan terpaksa schedules dapat berubah, tetapi program dan tujuan tidak berubah.

k. Procedures

Prosedur adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Perbedaannya dengan program adalah program menyatakan apa yang harus dikerjakan, sedangkan prosedur berbicara tentang bagaimana melaksanakannya.

l. Budget

Budget adalah suatu taksiran atau perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang diharapkan diperoleh di masa yang akan datang. Dengan demikian, budget dinyatakan dalam waktu, uang, material dan unit-unit yang malaksanakan pekerjaan guna memperoleh hasil yang diharapkan.

(b) Pengorganisasian.

“ Allah membuat syariat dari dien, yakni apa yang Kami wasiatkan kepada Nuh, Muhammad, Ibrahim, Musa dan Isa bahwa hendaklah kalian menegakkan dien dan janganlah berpecah-belah padanya. Memang berat bagi orang musyrik apabila kalian mengajaknya ke jalan menuju kebaikan. Allah memilih siapa-siapa yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa-siapa yang ingin kembali ke jalan Allah” (QS 42 : 13).

Dienul Islam adalah suatu sistem yang lengkap dalam kehidupan untuk mengelola manusia dan alam semesta sesuai dengan kehendak Allah. Kalimat : “menegakkan dien” dalam ayat tersebut diatas berarti mengatur kehidupan ini agar rapi dan kalimat : “janganlah berpecah belah” berarti kita diperintahkan untuk mengorganisasikan kehidupan kita dengan sebaik-baiknya. Untuk mengatur kehidupan tersebut manusia dibekali dengan pedoman konseptual yang disebut al haq seperti firman Allah:

“Wahai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Maka tegakkanlah hukum di antara manusia dengan al haq dan janganlah kamu mengikuti al hawa. Maka kalau kamu mengikuti al hawa tadi kamu akan disesatkan dari jalan Allah, bagi mereka itu seksa yang keras, dikarenakan mereka lupa akan hari perhitungan (QS 38 : 26).

Nabi Daud diperintah oleh Allah agar menegakkan hukum dengan al haq. Al haq itu datang dari Allah maka janganlah kalian menjadi orang-orang yang ragu-ragu (QS 2 : 147). Maka tegakkanlah hukum di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti al hawa mereka. (QS 5 : 48).

Pengorganisasian atau Perencanaan dan pengembangan orgaisasi adalah meliputi pembagian kerja yang logis, penetapan garis tanggung jawab dan wewenang yang jelas, pengukuran pelaksanaan dan prestasi yang dicapai.

“ Dialah Allah yang menjadikan kalian berfungsi sebagai khalifah di muka bumi dan mengangkat sebagian kalian di atas sebagian lainnya beberapa derajat. Agar diuji kalian atas apa-apa yang diberikan kepada kalian. Sesungguhnya Allah Tuhanmu cepat sekali siksanya dan sesungguhnya Dia benar-benar Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS 6 : 165).

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat melihat adanya kalimat : “mengangkat sebagian kalian di atas sebagian lainnya beberapa derajat” sebagai pedoman struktural, kalimat : “Agar Dia Allah menguji kalian atas apa-apa yang Dia berikan kepada kalian (sebagai jabatan)” sebagai pedoman fungsional, kalimat :“Sesungguhnya Tuhan kamu cepat sekali siksanya (kalau engkau menyalah-gunakan jabatan)” merupakan pedoman tanggung jawab dan sanksi. Sedangkan kalimat di akhir ayat: “Dan sesungguhnya Dia Alllah itu benar-benar Pengampun dan Penyayang “ adalah sifat kebijaksanaan Allah yang sebaiknya diteladani oleh setiap manajer.

Apa saja jabatan yang disandang seseorang merupakan amanat, maka jabatan yang dipegang seseorang merupakan ujian baginya. Kalau ia menyalah gunakan jabatan tadi, sesungguhnya siksa Allah sangat cepat. Sedang bagi mereka yang bersalah dalam melaksanakan tugas jabataannya, tanpa disengaja, maka Allah itu maha pengampun lagi penyayang.

Struktur Organsiasi

Disamping Dewan Komisaris dan Direksi, Bank Umum Syariah dan BPRS wajib memiliki Dewan pengawas syariah (DPS) yang ditempatkan di kantor pusat bank tersebut. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Oleh karena itu struktur organisasi bank perlu disesuaikan. Contoh struktur organisasi bank umum syariah dapat dilihat pada gambar

Gambar

Contoh Organisasi

Bank Umum Syariah dan BPRS

RUPS/Rapat Anggota

Dewan Komisaris

Dewan Pengawas Syariah

Direksi

Dewan Audit

















Divisi/Urusan

Divisi/Urusan

Divisi/Urusan

Divisi/Urusan

Kantor Cabang

Kantor Cabang

Kantor Cabang
















Sementara itu bagi bank umum konvensional yang membuka kantor cabang syariah, selain wajib memiliki DPS juga diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). UUS merupakan satuan kerja di kantor pusat bank umum yang berfungsi sebagai kantor induk bagi kantor-kantor cabang syariah. Karena BPR konvensional tidak diperkenankan untuk memiliki kantor cabang syariah, maka UUS tidak dikebal pada BPR. Contoh struktur organisasi bank umum konvensional yang membuka cabang syariah dapat dilihat pada gambar

Gambar

Contoh Bagan Organisasi Bank Umum Konvensional

Yang membuka Kantor Cabang Syariah

RUPS/Rapat Anggota

Dewan Komisaris

Dewan Pengawas Syariah

Dewan Audit

Diraksi

Divisi/Urusan

Divisi/Urusan

Divisi/Unit

Usaha Syariah

Divisi/Urusan

Kantor Cabang Konvensional

Kantor Cabang Konvensional

Kantor Cabang Syariah

Kantor Cabang Syariah





















Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah.

Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Selain itu DPS juga mempunyai fungsi :

(1) sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.

(2) Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

(3) Sebagaii perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiattan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurrangnya satu kali dalam setahun.

Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN.

Dewan Syariah Nasional.

Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan niilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana.

Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun.

DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Disamping itu DSN juga mempunyai kewenangan untuk :

(1) memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada satu lembaga keuangan syariah.

(2) Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait.

(3) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi kettentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.

(4) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

(5) Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Unit Usaha Syariah.

Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya merupakan unit yang mempunyai karaktteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta mempunyai pencatatan dan pembukuan yang terpisah dari kantor-kantor konvensionalnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu unit kerja khusus yang disebut Unit Usaha Syariah (UUS) yang berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat di bawah direksi. Secara umum tugas UUS mencakup :

(1) mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah.

(2) Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syariah.

(3) Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang syariah.

(4) Melaksanakan tugas penata-usahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang syariah.

Perencanaan organisasi.

Perencanaan organisasi bank adalah pengelompokan yang logis dari kegiatan-kegiatan bank, menurut hasil yang ingin dicapai yang menunjukkan dengan jelas tanggung jawab dan wewenang atas suatu tindakan. Misalnya seseorang yang memberikan pembiayaan harus bertangung-jawab untuk menagih untuk menyelesaikannya, karena pemberian pembiayaan itu bukanlah tujuan. Prinsip ini berlaku untuk seluruh level pada organisasi bank. Tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap posisi dalam organisasi harus dirumuskan dengan jelas, sehingga tanggung jawab (accountability) untuk hasil akhirnya dapat diukur dengan mudah. Namun demikian pengelompokan fungsi-fungsi itu harus ditetapkan secara hati-hati, karena pengelompokan yang terlalu ketat juga mengandung kelemahan, misalnya kebutuhan tenaga manajerial yang berlebihan, masalah komunikasi internal dan sebagainya. Disamping itu organisasi bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, yang selalu dan selamanya tepat dan benar, karena akan selalu dipengaruhi oleh tempat, waktu, tujuan, manusia serta teknologi pendukungnya. Oleh karenanya organisasi haruslah fleksible, agar selalu dapat menyesuaikan diri dengan variable-variable tersebut.

Struktur organisasi tergantung pada besar-kecilnya bank (bank size), keragaman layanan yang ditawarkan, keahlian personilnya dan peraturan-peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Tidak ada acuan baku bagi penyusunan struktur organisasi bagi bank dalam segala situasi kebutuhan operasinya. Bank mengorganisasikan fungsi-fungsinya untuk melayani nasabahnya atau menempatkan karyawan yang ada atau karyawan baru sesuai dengan bakat dan kemampuannyanya. Struktur organisasi setiap bank berikut tanggung jawab dan wewenang para pejabatnya bervariasi satu sama lain. Oleh karena itu struktur organisasi mencerminkan pandangan manajemen tentang cara yang paling efektive untuk mengoperasikan bank.

Beberapa pendekatan yang lazim dalam menetapkan organisasi bank adalah sebagai berikut :

· Pendekatan fungsional

Pendekatan tradisional dalam menyusun organisasi bank adalah melalui pengintergrasian fungsi-fungsi. Biasanya fungsi-fungsi itu ditetapkan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang tergambar dalam neraca, seperti pembiayaan, investasi, kas, penerimaan dana-dana. Pada bank dengan layanan tradisional, struktur organisasinya terbagi dalam tiga fungsi dasar yaitu (1) fungsi pembiayaan, (2) fungsi operasi dan (3) fungsi investasi. (lihat bagan Strutur organisasi fungsional)

Sejalan dengan perkembangannya fungsi-sungsi tersebut dapat dibagi-bagi lagi dalam beberapa kegiatan. Dalam perbankan syariah, fungsi pembiayaan dapat dibagi dalam pembiayaan piutang (debt financing) berdasarkan prinsip jual-beli (murabahah, salam atau istishna), atau sewa-beli (ijarah), pembiayaan modal (equity financing) berdasarkan prinsip mudharabah (trustee financing) atau musyarakah (jount venture profit sharing). Fungsi operasi dapat dibagi dalam tellers, pembukaan rekening (opening new account), penerimaan simpanan (deposit), pemrosesan simpanan (deposit) dan layanan yang berkaitan dengan simpanan (deposit related services) seperti pemindah – bukuan, pengiriman uang (money transfer), inkaso (collections), pembayaran tagihan (bill paying) dan lain, komputer service dan akuntansi, personalia dan sundries.

Bagan Struktur Organisasi Fungsional.

RUPS

DEWAN

KOMISARIS

DEWAN PENGAWAS SYARIAH

DIREKSI

GENERAL

ADMINISTRATION

PEMBIAYAAN

TREASURY

OPERATION

DEBT FINANCING

TRUSTEE FINANCING

JOINT VENTURE PROFIT SHARING

CASH MANAGEMENT

INVESTMENT

TELLER

Deposit Related Service

ACCOUNTING

NEW ACCOUNT

PERSONNEL

TECHNOLOGY










































Pada bank kecil biasanya Direktur Utama menangani portfolio investasi, sedangkan cash management ditangani oleh Direktur Operasi, karena berhubungan dengan pemeliharaan cadangan wajib (primary reserve). Pada bank yang lebih besar pengelolaan portfolio investasi (secondary reserve) dan pengelolaan kas (primary reserve) dikombinasikan dan dipusatkan dalam satu fungsi, karena biasanya fluktuasi dana-dana lebih tinggi dari pada bank yang lebih kecil.

· Pendekatan Pasar

Perbankan telah mengembangkan berbagai produk yang merupakan kombinasi dari beberapa kegiatan dasar dalam satu paket, untuk memperooleh keuntungan dan pendapatan fee. Produk dasar dari bank meliputi:

q produk-produk pembiayaan (financing),

q produk-produk operasional yaitu produk dana dan pemindahan dana (deposit related services) serta layanan lain (non deposit functions) seperti safekeeping dan data processing

q produk-produk investasi (sertifikat pasar uang, wali amanat)

Produk-produk itu menghasilkan penciptaan paket-paket produk termasuk paket-paket layanan yang berkaitan dengan jasa keuangan (interrelated financial services) untuk menarik para investor.

Dewasa ini kecenderungan yang ada di dalam organisasi bank adalah suatu konsep hubungan perbankan (relationship banking). Konsep ini mengkaitkan usaha penawaran paket jasa-jasa yang dipakai oleh tipe nasabah tertentu ke dalam struktur organisasi bank yang dingggap merupakan cara terbaik untuk penyampaian peket-paket layanan perbankan. Ada tiga kelompok besar dari nasabah, yaitu retail, wholesale, dan trust. Perbankan retail didifinisikan sebagai pasar nasabah yang terdiri dari para konsumer. Perbankan wholesale meliputi corporate, institutional (correspondent banking) dan lembaga-lembaga pemerintah. Bukan hanya nasabah konsumer dan korporat yang memerlukan layanan perbankan. Bank juga memerlukan layanan perbankan. Bank kecil biasanya hanya sebagai renpondent sedang bank besar bertindak sebagai correspondent bank. Tabel dibawah ini adalah contoh identifikasi produk dan jasa-jasa perbankan yang ditawarkan secara terintegrasi kepada masing-masing tipe nasabah.

Tabel Identifikasi jasa dan tipe nasabah.



TIPE NASABAH




TIPE PRODUK


LAYANAN UTAMA



Retail


Pembiayaan (Financing)





Operasi





















Investasi


Konsumsi (consumer financing)

Pemilikan Rumah (house financing)

Pemilikan Kendaraan (car financing)



Rekening Koran (wadi’ah checking account)

Rekening Tabungan (wadiah saving account)

Safe deposit

Traveler checks

Kartu Debit (debit card)

ATM (Automated teller machines)

Inkaso (collections)

Pembayaran Tagihan (bill paying)

Pertukaran uang Asing (foreign exchange)

Rekonsilisi rekening (account reconciliation)



Tabungan mudharabah

Investasi Mudharabah

Sertifikat Mudharabah

Fasilitas penebusan (redeemption facility)

Nasihat investasi





Corporate


Pembiayaan (financing)









Operasi



























Investasi


Pembiayaan usaha (commercial financing)

Sewa beli (leases)

Anjak Piutang (factoring)

Akseptasi

Laporan pembiayaan (financing report)



Pengelolaan kas (cash management)

Electronic Data Processing (EDP)

Telegrafic transfer

Jasa kustodian (corporate custodianship)

Pengalihan saham (stock transfer)

Leasing

Factoring

Inkaso (collections)

Pertukaran Valuta Asing (foreign currency exchange)

Rekening koran (wadiah current account)

Pembayaran otomatis (automatic payments)

Pembayaran tagihan (bill payments)

Rekonsilisi rekening (account reconciliation)



General investment account

Jual – beli sertifikat mudharabah

Dana pensiun

Nasihat investasi bagi hasil (profit sharing investment advice)





Corespondent banking


Financing





Operasi











Investasi


Pembiayaan modal (equity financing)

Financing particitation



Rekening giro

Kliring

Pemrosesan data elektronik (EDP)

Penyimpanan surat-surat berharga

Konsultasi



Jual beli sertifikat (wadiah) Bank sentral

Jual beli Sertifikat Investasi Mudharabah



Lembaga Pemerintah


Pembiayaan





Operasi









Investasi


Surat Berharga Pemerintah

Pembiayaan Proyek



Pengelolaan kas (cash management)

Pemrosesan data elektronik (EDP)

Penyimpanan Surat-surat berharga

Rekening koran



Investasi umum (mudharabah mutlaqah)

Investasi khusus (mudharabah muqayyyadah)

Jual-beli surat berharga




Bagan Struktur Organisasi Customer Market



GENARAL

ADMINISTRATION

Retail

Treasury

Operation

Wholesale

Installment financing (BBA)

Ijarah wa iqtina

Teller

Safe Deposit

Investments

Trust

Deposit

Related Service

Accounting

Technology

Personnel

Commercial

Financing

Correspondent banking

Project

Financing











· Fungsi Staf

Bagan struktur organisasi seperti digambarkan di atas adalah organisasi lini (line function organization). Sebagaimana diuraikan dalam awal bab ini, prinsip musyawarah sangat dianjurkan dalam organisasi yang berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu di dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan keputusan perlu dilakukan secara musyawarah. Untuk keperluan tersebut, disamping organisasi lini seperti digambarkan diatas dapat dibentuk wadah yang menjalankan fungsi staf. Biasanya dalam organiasi bank juga terdapat beberapa komite, seperti komite anggaran (budget committee), komite kebijakan pembiayaan (committee of financing policy), Komite pemutus pembiayaan (financing committee), komite aset & liabilitas atau Assets & liability committee (ALCO), komite personalia (personnel committee) dan lain-lain. Komite-komite tersebut biasanya beranggotakan para officer senior dari berbagai bidang dipimpin oleh direksi. Apabila keputusan telah diambil, maka adalah menjadi tugas dan tanggung jawab pejabat lini untuk melaksanakan keputusan-keputusan itu sebagaimana mestinya.

· Struktur Personalia

Struktur organisasi bank melibatkan berbagai tingkat wewenang dan tanggung jawab. Bank harus mempunyai Pengurus (board of Directors) dan manajemen. Bank juga membentuk beberapa komite yang terdiri dari para anggota direksi dan para personil yang terkait dalam tingkat manajemen.

Badan hukum bank-bank di Indonesia dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Sebagaimana telah digambarkan di atas, kekuasaan tertinggi dari organisasi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perseroan Terbatas, atau Rapat Anggota (RAT) pada Koperasi. Untuk melaksanakan kekuasaan organisasi, RUPS atau RAT membentuk Dewan Komisaris dan Direksi (pada PT) atau Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus (pada koperasi). Disamping pada Bank Syariah, wajib pula dibentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Bank adalah badan usaha yang sangat diatur keberadaan dan aktivitasnya oleh hukum dan peraturan perundang-undangan (highly regulated). Sebelum diputuskan oleh RUPS atau RAT para calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia selaku bank sentral setelah melalui proses penelitian integritas dan kompetensi (fit and propre test). Sedang para calon anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).

(c) Pengawasan

Kelancaran operasi bank adalah kepentingan utama bagi manajemen puncak (top management). Melalui pengawasan para manajer dapat memastikan tercapai atau tidaknya harapan mereka. Pengawasan juga dapat membantu mereka mengambil keputusan yang lebih baik.

Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controling. Dengan demikian pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.

Proses pengawasan

Dari pengertian di atas maka menurut prosesnya, pengawasan meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut :

a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.

b. Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

c. Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.

d. Melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.

e. Perbandingan hasil akhir (outout) dengan masukan (input) yang digunakan.

a. Menentukan standar.

Dalam kegiatan pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan standar yang menjadi ukuran dan pola untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan produk yang dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber daya yang tersedia.

Setiap bank mungkin mempunyai sistim pengawan yang berbeda-beda. Namun demikian harus tetap dapat diidentifikasikan adanya unsur-unsur pengawasan yang lazim terdapat pada semua sistem yang baik.

- Standar hendaklah merupakan prestasi yang dapat diukur, baik bersifat keuangan maupun noon keuangan, misalnya standar perputaran pegawa (labour turnover).

- Prestasi yang dicapai hendaklah diibandingkan dengan standar. Misalnya, Jika standar biaya telepon telah ditetapkan ditetapkan, maka realisasi biaya telepon harus dibandingkan dengan standar biaya itu. Kemudian dianalisis untuk menjelaskan deviasinya dengan standar.

- Deviasi antara prestasi yang terjadi dengan standar prestasi yang ditetapkan harus merupakan isyarat akan perlunya koreksi atau perbaikan guna mencegah terjadinya deviasi yang lebih besar di kemudian hari.

- Standar itu sendiri harus pula dievaluasi secara berkala untuk memungkinkan perbaikannya. Jika perlu dengan membuat standar-standar baru bagi unsur-unsur relevan bagi manajemen, yang sebelumnya tidak diukur.

Standar-standar itu dapat ditetapkan dengan menggunakan dua cara yaitu didasarkan pada data periode sebelumnya atau didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk keperluan analisis standar-standar itu dapat ditetapkan dengan menggunakan ratio-ratio. Misalnya trend hubungan antara penghasilan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Hal ini lebih bermakna dari pada masing-masing item itu diukur secara sendiri-sendiri. Misalnya kerugian investasi meningkat secara absolut, tetapi bila dibandingkan dengan meningkatnya volume investasi rationya lebih kecil. Maka dapat dikattakan bahwa ratio kerugian itu membaik. Contoh lain adalah market share (porsi pasar). Boleh jadi perkembangan dana bank secara absolut meningkat. Tetapi bila dibandingkan dengan perkembangan dana-dana perbankan secara keseluruhan ternyata share nya menurun. Ini dapat berarti bahwa daya saing bank itu menurun.

b. Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi.

Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan cermat. Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan (record) sebagai laporan perkembangan proses manajemen. Berdasarkan catatan itu hendaknya dilakukan pengukuran prestasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil evaluasi itu dijadikan bahan laporan untuk dievaluasi lebih lanjut.

c. Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.

Prestasi pekerjaan harus diberikan penilaian dengan memberikan penafsiran, apakah sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebabnya.

d. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan.

Tindakan koreksi, selain untuk mengetahui adanya kesalahan, juga menerangkan apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana memperbaikinya agar kembali kepada standar dan rencana yang seharusnya.

Tindakan koreksi sangat perlu dan harus dilakukan, agar jangan berlarut-larut, karena dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.

e. Perbandingan hasil (output) dengan masukan (input).

Setelah proses pelaksanaan pekerjaan selesai segera diberikan pengukuran dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan sumber daya digunakan serta standar yang ditetapkan. Hasil pengukuran ini akan memperlihatkan tingkat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai :

- standar dari harga pokok untuk menentukan harga jual (pricing)

- menentukan tinggi-rendahnya efisiensi

- sebagai bahan ukuran bagi penyusunan rencana yang baru.

Sistem Informasi Manajmen.

Laporan-laporan yang dihasilkan dari proses pengawasan itu harus disusun dalam suatu format yang sistematis, agar dapat dengan segera dan mudah digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan secara cepat dan tepat.

Kemajuan teknologi informasi telah memungkinkan sistem informasi manajemen memiliki kesanggupan memberikan berbagai jenis informasi dengan cepat dan akurat serta memberikan fleksibilitas dalam cara penyajiannya. Melalui laporan ini para manajer dapat memperoleh informasi atau data yang tidak termuat dalam laporan reguler, yang dibutuhkan untuk menghadapi keadaan tertentu.

Program Audit Internal.

Pada dasarnya para manajer puncak (top management) merupakan pengawas tertinggi bagi seluruh bawahannya. Untuk memudahkan pelaksanaan fungsi pengawasan ini setiap organisasi perusahaan besar selalu mengadakan suatu badan khusus (special staff) dengan program audit internal yang oleh Bank Indonesia disebut SKAI (Satuan Kerja Audit Internal).

Unsur dasar dari program audit internal adalah meliputi verifikasi aktiva dan pasiva, memastikan keseksamaan ayat-ayat penghasilan dan biaya, memastikan kebenaran pelaksanaan prosedur bank yang telah ditetapkan dan memberikan saran-saran perbaikan cara-cara pelaksanaan operasional.

Program audit internal ini harus terus berlanjut, artinya harus dilakukan secara terus-menerus. Pada dasarnya audit internal melakukan dua pola pemeriksaan yaitu pemeriksaan pasif melalui pemantauan laporan-laporan yang ada dan pemeriksaan aktif melalui penyelenggaraan kegiatan audit di tempat (on the spot) bagian-bagian tertentu dari bank tersebut.

Tanggung jawab internal audit adalah besar, untuk memberikan keyakinan kepada para nasabah, tentang kebijakan proteksi kepentingan mereka. Program audit internal yang ketat merupakan salah satu alat utama untuk memberikan keyakinan ini.

Peraturan Bank Indonesia dewasa ini telah mengarah kepada pelaksanaan pola multi leyer control. Setiap bank harus memiliki seorang direktur kepatuhan (complience director) yang bertugas memastikan bahwa segala keputusan dan tindakan manajemen tidak melanggar ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penunjukan Kepala SKAI oleh direksi harus disetujui oleh Dewan Audit yang dibentuk oleh Dewan Komisaris bank. Demikian pula rencana kerja tahunan SKAI harus pula mendapat persetujuan dari Dewan Audit. Tugas Dewan Audit adalah memastikan bahwa mekanisme pengawasan internal bank berjalan dengan baik.

Sebagai pedoman operasional dan alat pengawasan, bank dan kantor cabang syariah wajib memiliki buku-buku pedoman kerja mengenai kegiatan operasional bank syariah, yang antara lain berupa :

(1) Buku pedoman pengimpunan dana;

(2) Buku pedoman pembiayaan;;

(3) Buku pedoman pengelolaan dana

(4) Buku pedoman kegiatan jasa perbankan lainnya;

(5) Buku pedoman standar perhitungan bagi hasil;

(6) Buku pedoman sistim kas/teller;

(7) Buku podoman lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Buku-buku pedoman tersebut memuat hal-hal mengenai prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, organisasi dan manajemen masing-masing kegiatan usaha, prosedur kerja, administrasi dan dokumentasi, serta pengawasan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.