Arsip mommy

My Photo
Name:
Location: Indonesia

Pemesanan bisa dilakukan melalui : e-mail rizwananazkia@gmail.com SMS : 0811-847662 FB : rizwana & azkia

Monday, September 20, 2004

Belajar dari Shalat

Penulis : KH Abdullah Gymnastiar


Kelak di kemudian hari, kita bisa menjadi seorang Muslim berpredikat khairu ummah. Semua ini dapat terwujud andai kita mau menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan sehari-hari. Shalat lima waktu ternyata tidak hanya menjadi ukuran kadar keimanan seseorang, tapi juga menjadi ukuran seberapa besar seorang Muslim mampu mendisiplinkan diri. Jarak waktu shalat fardhu yang telah Allah atur sedemikian rupa adalah salah satu ukuran, dan tentu di baliknya tersimpan hikmah besar.

Ketika suara adzan berkumandang, apakah kita akan segera menghentikan aktivitas karena ingin shalat awal waktu, ataukah lebih memilih menyelesaikan pekerjaan karena merasa tanggung? Apakah kita akan bergegas pergi ke masjid karena ingin shalat berjamaah ataukah shalat munfarid (sendirian) saja pada waktu yang kita pilih? Bila memilih shalat berjamaah, apakah kita lebih suka menyempurnakan shaf yang rapat, lurus, rapi, ataukah kita meremehkan keutamaan shaf? Apapun pilihannya, semua menunjukkan kadar iman dan disiplin diri kita.

Disiplin. Inilah salah satu hikmah terpenting yang terkandung dalam shalat. Seorang Muslim akan menjadi manusia unggul bila shalatnya bermutu tinggi. Seorang Muslim yang shalatnya berkualitas, niscaya akan mampu menangkap hikmah yang amat mengesankan, yaitu hidup tertib, selalu rapi, bersih, dan disiplin. Inilah jalan menuju pribadi berkualitas yang akan menuai kemenangan dunia akhirat.

Orang yang memiliki kesanggupan untuk mendisiplinkan diri akan mampu menertibkan segala sesuatu di sekelilingnya. Caranya, dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Ia tidak perlu lagi kehilangan banyak waktu secara percuma karena lupa letak suatu barang yang diperlukan. Pembagian waktu yang adil akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas diri. Kebiasaan hidup tertib dan disiplin pun akan menghemat waktu dari kemungkinan sia-sia.

Yang tak kalah penting dalam mengefektifkan waktu adalah selalu membuat target dan sasaran yang jelas. Lihatlah, orang-orang yang tahu bahwa kereta akan berangkat pukul 08.00 pagi pasti akan mempersiapkan diri agar tidak terlambat. Persiapan akan jauh lebih awal, perhitungan jauh lebih cermat, karena bila tertinggal kereta maka akan muncul kesulitan. Dengan membiasakan diri untuk membuat target dan sasaran yang jelas, kemampuan kita berhitung dan berbuat akan jauh lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang tidak terbiasa memiliki target dan sasaran yang jelas.

Hikmah lain yang tercermin dari shalat yang bermutu adalah sistem. Lingkungan shalat akan melahirkan sebuah sistem unggul. Masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Orang-orang yang memasuki mesjid hanyalah mereka yang mengerti arti hidup dan ingin selalu mengejar kedekatan jarak dengan Allah dan karunia-Nya.

Orang-orang yang hendak mendirikan shalat selalu dalam keadaan suci, baik secara lahir maupun secara batin, berkat siraman air wudhu. Saat shalat berjamaah dimulai, imam tampil ke depan dan menginstruksikan para makmum menyempurnakan shafnya. Para makmum pun taat tanpa membantah. Mereka dengan segera akan meluruskan, merapatkan, dan merapikan shafnya. Demikian pula ketika shalat sedang berlangsung, semua taat dan disiplin mengikuti gerakan imam sesuai dengan yang telah disyariatkan.

Mengambil hikmah dari sistem shalat, maka teman bergaul, tata tertib, serta lingkungan yang kita masuki, akan sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kita ibaratkan dengan dua ekor kupu-kupu. Yang satu masuk ke dalam mobil dan mobil pun melesat maju, sedangkan yang lainnya tidak ikut masuk ke dalam mobil, tetapi terbang dengan menggunakan sayapnya. Ukur saja dalam waktu lima menit, pasti akan tampak beda kecepatan maupun jarak yang ditempuhnya. Kupu-kupu yang terbawa mobil "terbangnya" akan lebih jauh dibanding kupu-kupu yang hanya terbang mengunakan sayapnya.

Tamsil ini mengandung arti bahwa kesanggupan kita dalam memilih lingkungan akan mempengaruhi prestasi dan kemampuan kita. Barang siapa ingin memiliki kecepatan yang baik di dalam memacu diri untuk berprestasi, maka ia harus mencari sistem, lingkungan, dan teman-teman bermutu; yang memiliki percepatan lebih baik dalam berprestasi, memiliki standar prilaku yang lebih baik, dan memiliki ilmu lebih luas. Apabila kita berhasil mendapatkan lingkungan seperti ini, insya Allah pribadi kita akan terkatrol, percepatan kita akan terus terpacu, dan prilaku kita akan semakin bermutu.

Banyak contoh sistem di masyarakat yang mampu mewarnai orang-orang yang masuk ke dalamnya. Para remaja yang masuk Akabri misalnya, selama tiga setengah tahun digodok, digembleng, dan ditempa di dalamnya, akan menunjukkan perubahan sikap yang luar biasa. Asalnya sama-sama tamatan SMA, namun karena sistem di dalamnya membuat mereka mau tidak mau harus melaksanakannya. Pagi, siang, dan malam mereka dilatih dan digembleng, harus mengerjakan berbagai aturan dan perintah yang sangat ketat, harus berdisiplin tinggi, harus memiliki ketaatan dan loyalitas yang tinggi kepada komandan, dan sebagainya.

Hasilnya pun akan segera tampak: kekuatan fisik maupun cara hidup kesehariannya jauh lebih baik, dan dalam beberapa aspek keilmuan pun jauh lebih cepat kemampuannya dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah masuk ke dalam sistem tersebut. Sistem merupakan salah satu kunci yang akan meningkatkan kualitas diri kita. Di dalam Alquran disebutkan bahwa Allah SWT menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur (QS. Ash-Shaff: 4).

Perang bagi kita adalah bertempur melawan diri sendiri, menerjang kemalasan, melumpuhkan ketidakmampuan, mengusir cara hidup yang tidak produktif dan tidak efektif, serta menundukkan hawa nafsu yang akan menggelincirkan kita ke jurang kehinaan. Kelak di kemudian hari, insya Allah kita bisa menjadi seorang Muslim berpredikat khairu ummah. Semua ini dapat terwujud andai kita mau menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a'lam bish-shawab.




Wednesday, September 08, 2004

Membangun Masa Depan

Penulis : KH Abdullah Gymnastiar


Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan menetapi kesabaran. (QS. Al-'Ashr: 1-3). Kita sepakat bahwa orang yang paling rugi di dunia ini adalah orang yang diberikan modal, tapi ia hamburkan modal itu sia-sia. Modal kita dalam hidup adalah waktu.

Sering kita tidak menyadari betapa berharganya jatah waktu yang kita miliki. Kita sering menghabiskan waktu produktif hanya untuk mencari pensil. Kita sering menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengumbar ketidaksukaan kita, untuk memendam kedengkian atau kemarahan kita. Padahal, waktu berlanjut terus dan kita tidak tahu kapan hidup ini berakhir.

Oleh karena itu, Mahasuci Allah yang Mengungkapkan dalam QS. Al-'Asher bahwa kerugian manusia itu dapat diukur dari sikapnya terhadap waktu. Kalau ia sudah berani menghamburkan waktunya, maka ia tergolong orang yang sudah menyia-nyiakan kehidupannya.

Secara umum waktu terbagi tiga. Pertama, masa lalu. Ia sudah lewat. Kita sudah tidak berdaya dengan masa lalu. Tapi banyak orang sengsara hari ini gara-gara masa lalunya yang memalukan. Karena itu, kita harus selalu waspada jangan sampai masa lalu merusak hari kita. Kedua, masa depan. Kita pun sering panik menghadapi masa depan. Tanah kian mahal, pekerjaan semakin sulit didapat, takut tidak mendapat jodoh, dan lainnya. Masa lalu dan masa depan kuncinya adalah hari ini. Inilah bentuk waktu yang ketiga. Seburuk apapun kita di masa lalu, kalau hari ini kita benar-benar bertaubat dan memperbaiki diri, insya Allah semua keburukan itu akan terhapuskan.

Sayangnya, kita banyak merusak hari ini dengan masa lalu. Dulu gelap sekarang putus asa, sehingga kita tidak mendapat apapun. Dulu berlumur utang, sekarang tidak bangkit, tentu utang tidak kan terlunasi. Masa lalu kita bisa berubah drastis dengan masa kini. Begitu pun dengan masa datang. Sungguh heran melihat orang yang punya cita-cita tapi tidak melakukan apapun pada hari ini. Padahal hari ini adalah saat kita menanam benih, dan masa depan adalah waktu untuk memanen. Maka mana mungkin kita bisa memanen bila kita malas menanam benih. Karena itu, siapa pun yang ingin tahu masa depannya, maka lihatlah apa yang dilakukannya sekarang.

Maka sehebat apapun cita-cita di masa depan, taruhannya adalah masa kini. Pada saat sekarang kita duduk santai, tidak mau bekerja, dan pada saat yang sama orang lain bekerja keras, menempa diri, menimba ilmu, mengasah diri, dan memperkuat ibadahnya. Maka, suatu saat nanti akan bertemu rezeki yang harus diperebutkan oleh dua orang. Yang satu dengan ilmu. Yang satu dengan pengalaman. Yang satu dengan wawasan. Dan yang satu lagi dengan kebodohan. Siapakah yang akan mendapatkan rezeki tersebut?

Saudaraku, kita harus mulai menghitung apapun yang kita lakukan. Ucapan kita sekarang adalah bekal kita. Kita bisa terpuruk besok lusa hanya dengan satu patah kata. Kita pun bisa menuai kemuliaan dengan kata-kata. Uang yang kita dapatkan sekarang adalah tabungan masa depan. Bila kita dapatkan dengan cara tidak halal, niscaya aibnya tidak akan tertukar.

Karena itu, terlalu bodoh andai kita mau melakukan sesuatu yang sia-sia. Detik demi detik harus kita tanam sebaik mungkin, karena inilah bibit yang buahnya akan kita petik di masa depan. Kalau kita terbiasa berhati-hati dalam berbicara, dalam bersikap, dalam mengambil keputusan, dalam menjaga pikiran, dalam menjaga hati, maka kapan pun malaikat maut menjemput, kita akan selalu siap. Tapi kalau kita biarkan bicara sepuasnya, berpikir sebebasnya, tak usah heran bila saat kematian kita menjadi saat yang paling menakutkan.

Ada tiga hal yang dapat kita lakukan agar masa depan kita cerah. Pertama, pastikanlah hari-hari yang kita jalani menjadi sarana penambah keyakinan pada Allah. Kita tidak akan pernah tenteram dalam hidup kecuali dengan keyakinan yang kuat pada Allah SWT. Pupuk dari keyakinan adalah ilmu. Orang-orang yang tidak suka menuntut ilmu, maka imannya tidak akan bertambah. Bila iman tidak bertambah, maka hidup pun akan mudah goyah.

Kedua, tiada hari berlalu kecuali jadi amal. Di mana pun kita berada lakukankanlah yang terbaik. Segala sesuatu harus menjadi amal. Dilihat atau tidak, kita jalan terus. Karena rezeki kita adalah apa-apa yang bisa kita lakukan.

Ketiga, orang yang beruntung adalah orang yang setiap hari terus melatih diri untuk menjadi pemberi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran, dan yang setiap harinya melatih diri untuk menerima nasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Ia mampu memberi nasihat, karena ia senang diberi nasihat. Orang yang gagal memberi nasihat, awalnya karena ia gagal menerima nasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Wallahu a'lam bish-shawab.