Arsip mommy

My Photo
Name:
Location: Indonesia

Pemesanan bisa dilakukan melalui : e-mail rizwananazkia@gmail.com SMS : 0811-847662 FB : rizwana & azkia

Monday, June 28, 2004

Bahagia Mendidik Anak

Sumber: MQ Media On Line - Kolom AaGym - Taushiah
Oleh Abdullah Gymnastiar


Anak adalah amanat Sang Pencipta pada orang tua, keluarga dan masyarakat. Ia harus dibimbing dan dipelihara sebagai aset masa depan. Wajah masa depan sebuah negeri dapat dilihat dari bagaimana kualitas anak-anak masa kini.

Saudaraku, yang namanya anak tidak sebatas anak kecil saja, tetapi juga remaja bahkan dewasa sepanjang mereka masih menjadi bagian dari tanggung jawab orang tuanya (baca: belum menikah). Permasalahan anak bukan permasalahan sepele karena menyangkut tanggung jawab kepada Allah Swt. sebagai Pemberi Amanah. Allah Swt. menjadikan anak sebagai ujian bagi kedua orang tuanya sekaligus sebagai anugerah penerus keturunan dan tabungan kebaikan manakala orang tuanya sudah meninggal.

Kedudukan anak sebagai ujian terjadi tatkala orang tua harus berhadapan dengan bagaimana cara memperlakukan, membina dan membimbingnya agar ia tumbuh menjadi bagian dari generasi unggul. Keunggulan di sini meliputi keunggulan secara moral, keilmuan serta fisiknya dan tidak menjadi generasi yang hanya membebani orang lain.

Tanggung jawab ini menjadi ladang bagi ibu-bapak dalam menanamkan akhlak yang baik sebagai landasan bertindak dan berprilaku ke depannya. Karena itu, Islam sangat menekankan arti penting hubungan positif antara anak dengan orang tuanya sebelum yang bersangkutan berhubungan baik kepada dirinya sendiri dan orang lain.

***

Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat memengaruhi kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa.

Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam memengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak. Sebenarnya, lingkungan kedua dan ketiga dapat dikontrol pengaruhnya jika lingkungan pertama yakni orang tua-dalam hal ini keluarga-mampu memaksimalkan perhatiannya terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak.

Kita sangat paham bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orang tua dan para pendidik (guru). Karena itu, orang tua ataupun guru, sebagai pendidik normal, perlu memahami bagaimana cara menumbuh kembangkan anak, serta memahami pula teknik-teknik bagaimana berinteraksi dengan anak yang sesuai dengan aqidah dan syariat Islam serta fleksibel dengan tuntutan jaman.

***

Saudaraku, mendidik anak bukanlah sebuah prosedur khusus atau sebuah kursus dengan kurikulum tertentu yang menjadikan anak sebagai peserta wajibnya. Jika cara pandangnya seperti itu, perlakuan kita kepada anak menjadi tidak "manusiawi" lagi. Anak sepertinya harus tumbuh sesuai dengan 'keinginan' orang tua sehingga kreativitasnya terhambat. Padahal setiap anak memiliki potensi yang berbeda.

Masalahnya sekarang, bagaimana para pendidiknya (baca: orang tua dan guru) mampu mendampingi anak menemukan dirinya. Caranya tentu tidak sekaku arena pendidikan formal seperti halnya sebuah kursus, melainkan lewat peristiwa sehari-hari yang mampu memasukkan unsur-unsur pendidikan di dalamnya.

Ada beberapa hal yang dapat kita terapkan saat mendidik anak, di antaranya:

1. Membantu anak berfikir kreatif
Kita bisa melatih anak berpikir kreatif dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu, dan anak diminta untuk memberikan alasan tentang apa-apa yang kita tanyakan. Misal, kenapa kita harus mandi tiap hari. Biarkan anak bereksplorasi dengan jawaban-jawabannya. Jangan menyalahkan jawabannya sekalipun itu salah. Ajaklah anak mengembangkan pikirannya dengan mencari alternatif jawaban lainnya, seperti pertanyaan, "Terus apa lagi?" dan seterusnya.

2. Melatih anak berdikusi
Ketika anak mengungkapkan sebuah pendapat, ajaklah dia untuk menemukan alasan kenapa ia mengungkapkan hal tersebut. Perlihatkan keingintahuan kita terhadap apa yang diungkapkannya. Tapi jangan menggiringnya pada jawaban yang 'seharusnya' atau diinginkan orang tua, seperti dengan menyudutkannya untuk memberikan alasan yang jelas. Hal tersebut akan mengakibatkan anak mencari alasan yang lain yang bisa menyenangkan (memuaskan) orang tua padahal itu bukan alasannya.

3. Menanamkan kebiasaan membaca
Untuk menumbuhkan minat baca pada anak, kita tidak perlu menunggu dia berumur dua hingga enam tahun. Kita bisa melakukannya saat anak masih berusia empat bulan! Tujuannya tentu bukan agar si anak memahami isi bacaan, akan tetapi merangsang aspek-aspek psikisnya. Bukunya pun lebih yang berbentuk buku bergambar yang berwarna warni dan sedikit kata. Hal tersebut penting untuk merangsang kemampuan kognisi, komunikasi, sosial dan afeksi anak. Keikutsertaan anak memegam buku pun akan membuat ia terlibat secara emosional.

4. Menghindari kesalahan memotivasi anak
Membuat anak bersalah ketika ia tidak berbuat sesuai dengan keinginan orang tua dengan harapan anak termotivasi untuk berbuat lebih baik (baca: menurut orang tua), justru akan membuat anak tidak percaya diri. Demikian juga jika kita membandingkan anak dengan orang lain yang dianggap lebih. Alih-alih termotivasi untuk berbuat seperti orang lain tersebut, anak akan merasakan bahwa dirinya lemah dan tidak berharga. Pendampingan, sikap terbuka dan mau mendengarkan dari orang tua, jauh lebih berharga bagi anak daripada memotivasi dengan cara yang salah.

Semoga Allah Swt. mengaruniakan kita anak yang shalih dan mengaruniakan pula kemampuan untuk mendidiknya secara benar. Wallahu alam bish-shawab

Wednesday, June 23, 2004

Investing for the future

Rupiah Kuat, ASII Menguat

Fixed Income Fact Sheet Astra International

Equity - Samuel Sekuritas

Management Team
Divisi equity PT Samuel Sekuritas Indonesia didukung tenaga profesional yang telah berpeng-alaman di bidangnya. Tim ini siap melayani dan memberikan dukungan analisis berdasarkan perkembangan pasar terkini untuk menghasilkan keputusan investasi yang powerful.


Sumihati Gani, Vice President, PT Samuel Sekuritas Indonesia
Sumihati Gani, Vice President, Head of Sales & Marketing, SSI Ms. Gani, Indonesian, has over 7 years experience in the Indonesian capital markets. She is currently the head of sales & marketing at SSI, and oversees the company's equity brokerage division.
Ms. Gani has been with SSI for four and a half years. Prior to SSI, she was a manager in equity sales with PT Inter-Pacific Securities in Indonesia. Ms. Gani holds an MBA degree from City University, Portland (US), and a BBA in Marketing from the University of Portland (US). She also holds a license as a Broker Representative.

Maudy Rahardjo, BEJ Branch
Formerly Senior Service Marketing Officer for Citibank, Jakarta

Lucia Irawati, Megamal Pluit Branch
Formerly Trading Assistant for Jakarta-based securities company

Susan Soegandhi, Kebon Jeruk Branch
Formerly Operations Assistant for Jakarta-based securities company Currently, is a Second - Level CFA Candidate

Teddy Djaparily, Mangga Dua Branch
Formerly Credit Analyst for Indover Bank, Amsterdam

Liliana Supriyadi, Pondok Indah Branch
Formerly Operations Assistant Manager for Lippobank, Jakarta

Haposan Siregar, Kelapa Gading Branch
Formerly Account Officer for Lippo Bank

Research Team:


Zaki Maulani, Kepala Bagian Riset
M. Reza Lukman, Associate
Ni Made Muliartini, Associate
Sri Wijayaningrum, Associate

Tenang, tak Perlu Grasa-grusu

Dampak melemahnya dolar terhadap emiten eksportir
Hasbi Maulana, Titis Nurdiana, Ariyanto Widhinugroho

Akibat dolar melemah, kinerja perusahaan yang berorientasi ekspor bisa terancam. Tapi, tidak berarti semua saham mereka kudu buru-buru dilepas. Selain bisa menjadi sarana diversifikasi investasi, dampak yang menimpa mereka belum tentu sama bobotnya.

Berkat dolar melemah, banyak wajah investor yang cerah. Tapi, tak sedikit pula roman pemodal yang dulu ceria kini malah cemberut. Mereka adalah investor yang memiliki saham perusahaan yang berorientasi ekspor. Maklum, pendapatan mereka—jika dihitung dalam rupiah—bisa tergerus oleh perbedaan kurs. Beberapa emiten sudah menyiapkan payung untuk menyelamatkan penjualan mereka.

Sementara itu, sebagian lain masih bersikap tenang karena kebetulan terlindungi oleh membaiknya harga jual produk mereka. Jadi, memang banyak yang perlu dipertimbangkan sebelum terburu-buru melego saham mereka.

Salah satu perusahaan yang sedang harap-harap cemas melihat penguatan rupiah adalah Daya Samudera Fishing Industries (DSFI). Perusahaan pengolah ikan yang mengekspor seluruh produknya ini sedang bersiap-siap memperlaju volume penjualan jika dolar berhasil menembus di bawah Rp 8.000 per dolar AS. ”Kami harus menambah kuantitas penjualan hingga 30% lagi,” kata Michael Hanindya, Corporate Secretary DFSI. Salah satu produk yang akan diandalkan untuk mendongkrak penjualan adalah fish fillet yang kontribusinya terhadap omzet mencapai 70%. ”Inilah yang akan kami dongkrak,” lanjut Michael. Adapun kemungkinan melakukan penyelamatan dengan menaikkan harga jual dari harga rata-rata saat ini yang US$ 4 per kilogram belum mereka putuskan. ”Kalau volume penjualan bisa ditingkatkan 30%, revisi harga belum perlu dilakukan,” ungkap Michael.

Menurut Fitri Murniawati, analis dari BNI Securities, sejak kuartal pertama sebenarnya sudah bisa diduga kinerja DSFI sangat rentan terhadap melemahnya dolar. Waktu itu mereka mengalami penurunan volume penjualan, namun secara keseluruhan pendapatan dari penjualan malah naik. Penyebab utamanya, menurut Fitri, mereka tertolong oleh menguatnya dolar. Jadi, ketika kini terjadi sebaliknya, ya wajar bila mereka berusaha menggenjot lagi volume penjualan. Makanya, Fitri memperkirakan, sampai akhir tahun nanti DSFI bakal mengalami penurunan pendapatan sampai 10%. Berbeda dengan Michael yang merasa masih aman dengan kurs Rp 8.000-an per dolar AS, Fitri menghitung dengan kurs sekitar Rp 8.000–Rp 9.000 per dolar AS saja target pendapatan DSFI yang Rp 32 miliar tidak akan tercapai.

AALI diselamatkan kenaikan harga
Bagi Ben Santosa, analis dari Danareksa Sekuritas, penguatan rupiah tidak lantas membuat setiap emiten yang berorientasi ekspor terpukul. Hal seperti ini terjadi pada perkebunan kelapa sawit Astra Agro Lestari (AALI). Semula, perusahaan ini melakukan perhitungan proyeksi dengan bersandar pada patokan kurs Rp 10.500 per dolar AS. Ketika dolar sempat menguat hingga hampir Rp 12.000-an, mestinya mereka diuntungkan. Sayang, pada saat itu harga CPO justru sedang anjlok-anjloknya: cuma sekitar US$ 250 per ton.

Kini dolar memang melemah, namun harga CPO juga sudah naik menjadi US$ 360 per ton. Singkat kata, penurunan nilai penjualan akibat melemahnya rupiah bisa diimbangi dengan kenaikan harga CPO dalam dolar. ”Posisi arus kas AALI masih positif,” kata Ben.
Pendapat yang sama dilontarkan Sri Wijayaningrum dari Samuel Sekuritas. Hanya, menurutnya, itu disebabkan mayoritas penjualan AALI dalam rupiah. Selain itu, lantaran penjualan CPO oleh AALI dilakukan dengan lelang, harga yang diperoleh masih menguntungkan. Kendati begitu, pengaruh yang jelas terasa bagi AALI adalah menyangkut target ekspor. Tahun ini sebenarnya mereka sudah memasang target ekspor CPO sebesar 40% dari total produksi mereka. ”Berkait dengan penguatan rupiah kali ini, target itu bakal berat untuk dicapai,” ujar Nining, panggilan akrab analis ini.

Nah, itu sekadar contoh dampak menguatnya dolar terhadap emiten yang berorientasi ekspor. Masih-masing perusahaan memang tidak menanggung akibat yang sama. Namun, menurut analis saham Goei Siauw Hong, tetap tak ada jeleknya menjadikan saham-saham seperti itu sebagai sarana diversifikasi investasi. Hitung-hitung sebagai sarana lindung nilai alias hedging jika ternyata penguatan rupiah—semoga saja tidak—hanya sementara.

ASTRA INTERNATIONAL: Debt Rescheduling Likely

I N D O N E S I A
=================


ASTRA INTERNATIONAL: Debt Rescheduling Likely

PT Astra International Tbk is determined to reschedule the debt
maturing on December 31 2002 worth US$133 million and Rp165
billion, Bisnis Indonesia reports, quoting President Director
Theodore Permadi Rachmat, noting that a financial advisor has
been appointed in order to analyze payment of the maturing debt.

"I think rights issue will not materialize as performance of the
first quart is quite good," Rachmat said and didn't answer when
asked whether settlement would be a combination of paying half
of the debt and extend the due date for the next half.

He added that the Company will most probably sell stake in PT
Astra Agro Lestari Plc as it is one of the assets that can be
sold easily.

Earlier, the Company disbursed US$15 million to Indover Bank in
April 2002 in relation to a 1984 corporate guarantee on the
Soeryadjayas' debt.


ASTRA INT'L: Rights Offer Best Way to Cut Debt, Says Analyst
------------------------------------------------------------
Samuel Sekuritas Analyst Sri Wijayaningrum said that PT Astra
International will be best able to cut debt by making a rights
offer, IndoExchange reports.

The report said that a sale of stock to current shareholders
that raises at least Rp1.6 trillion would be "the best of the
alternatives". Other options include divestment of stake in a
Toyota Motor Corp joint venture and debt restructuring.

"A stronger rupiah will also help," Sri Wijayaningrum added.

Astra International, a 30% stake owned by Singaporean Cycle &
Carriage, must start its negotiations with creditors by July in
order to finance debt payments of US$133 million and Rp165
billion due by December.


Angin Segar buat Astra

Valuasi saham Astra International
Hasbi Maulana, Titis Nurdiana, Ariyanto W., Cipta W.

Pasca-Sidang Istimewa MPR, rupiah cenderung menguat. Saham Astra International menjadi bahan diskusi karena setiap penguatan rupiah akan mengurangi beban utang mereka. Layakkah saham otomotif ini dikoleksi sejak dini?

Naik turunnya kurs rupiah-dolar AS benar-benar menjadi momok bagi Astra International. Induk berbagai perusahaan yang lebih terkenal dengan bisnis otomotifnya ini memang sempat terjebak dalam utang valas sebanyak US$ 995,046 juta, plus utang rupiah sebanyak Rp 1,118 triliun. Meski kini sebagian dari utang-utang itu sudah dilunasi, tak urung dampak naik turunnya kurs masih menghantui sisa utang. Soalnya, setiap rupiah melemah, utang valas Astra akan bertambah.

Persoalan kurs ini menjadi sangat penting bagi Astra, karena mereka melakukan penjualan, khususnya otomotif, dalam hitungan rupiah. Memang, harga jual ini bisa disesuaikan dengan kenaikan dolar, namun akselerasinya tidak bisa disetarakan dengan pergerakan kurs.

Tapi, angin segar akan bertiup bagi Astra jika rupiah menguat terhadap dolar seperti saat ini. Alasannya sederhana, utang valas perusahaan—yang pernah menjadi rebutan dalam tender BPPN beberapa bulan lalu—ini juga akan menurun. Alhasil, jika pada saat rupiah melemah orang beramai-ramai menghindari saham Astra, ketika dolar terseok seperti sekarang Astra kembali dilirik.

Bagi sebagian investor, saat ini saham Astra tampak menjadi menarik. Selain penguatan rupiah, berita mengenai kenaikan penjualan mobil dan sepeda motor secara nasional pun ikut memberi sentimen positif terhadap saham Astra. Perlukah Anda segera mencairkan tabungan untuk membeli saham Astra? Tunggu dulu. Ada baiknya Anda simak pandangan para analis terhadap masa depan Astra.

Menurut Yulian Warman, Head External Division Communication Astra International, dari seluruh total utang valas—sebanyak US$ 200 juta dan Rp 200 miliar alias lebih dari 20%—telah mereka lunasi sebelum jatuh tempo. Cicilan berikutnya baru akan jatuh tempo Desember 2002. Jadi, praktis selama setahun ke depan, Astra tidak diganggu urusan membayar utang.

Tetap harus melego aset untuk membayar utang
Masalahnya, mampukah Astra membayar seluruh utangnya dalam kurun waktu lima tahun ke depan? Dengan hanya mengandalkan pendapatan operasional plus dividen anak perusahaan, para analis saham yang dihubungi KONTAN tidak yakin mereka bakal mampu. ”Masih kurang sekitar Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun,” kata Sri Wijayaningrum dari Samuel Securities. Yang juga harus diingat investor, Astra pun harus mengumpulkan duit sebanyak US$ 173,762 juta dan Rp 204,816 miliar untuk dibayarkan paling lambat Desember 2002 mendatang.

Maraknya penjualan mobil selama semester pertama tahun ini tidak bisa serta-merta menjamin pendapatan Astra menaik. Pasalnya, kendati selama semester pertama pertumbuhan penjualan nasional mencapai 148.483 unit alias tumbuh hampir 17%, penjualan mobil Astra untuk kurun waktu yang sama hanya tumbuh 0,22%. Menurut Erwan Teguh dari SG Securities Indonesia, kecilnya pertumbuhan penjualan Astra salah satunya disebabkan mandeknya produksi sebagai rentetan kasus Kadera April lalu.

Sebenarnya, kondisi yang lebih baik bagi Astra tampak di pasar sepeda motor. Ketimbang semester pertama tahun lalu, penjualan sepeda motor secara nasional tahun ini tumbuh sebanyak 94,4%. Kalau selama semester pertama tahun lalu penjualan sepeda motor hanya mencapai 357.283 unit, dalam kurun waktu yang sama tahun ini naik menjadi 694.567 unit. Dibanding dengan kompetitornya, penjualan sepeda motor Astra dengan merek Honda mengalami pertumbuhan lebih baik karena mencapai 109% ketimbang semester pertama ta-hun lalu yang cuma 194.160 unit. Tahun ini mereka sudah berhasil melego 407.659 unit.

Dan Honda juga baru meluncurkan sepeda motor tipe Legenda yang harganya dibanting semurah motor Cina. Menurut Yulian, kisah sukses penjualan Legenda ini bakal bisa menjadi legenda pula dalam industri sepeda motor. Sebab, dalam tempo hanya sekitar tiga pekan, penjualan dan pesanan Legenda sudah mencapai 30.000 unit. Cuma, karena Astra sudah menjual separuh kepemilikan sahamnya ke Honda Motor, Jepang, otomatis rezeki nomplok di pasar motor ini harus dibagi juga dengan sang prinsipalnya.

Jadi, bagaimanapun, seperti sudah diperhitungkan sejak masa restrukturisasi utang dulu, Astra memang harus menjual sebagian aset-asetnya agar bisa terbebas dari utang. Yang ramai digosipkan, konon, Astra International sudah siap melepas sahamnya di Parmindo Ikat, mitra KSO Telkom yang beroperasi di Sumatra.

Namun, menurut Erwan, jika Parmindo diambil Telkom kelak—sama dengan pembelian Daya Mitra (mitra KSO Telkom di Kalimantan)—berarti tidak ada pembayaran tunai. Telkom akan membayarnya bertahap. ”Berarti, tidak akan cukup untuk menggenapi cicilan pada 2002 nanti,” katanya.

Karena itu, bisa dimengerti bila rumor ketertarikan Indofood terhadap saham Astra Agro Lestari tetap saja hangat diperbincangkan orang. Sejauh ini Astra sendiri belum memberi konfirmasi soal rencana penjualan Astra Agro kepada Indofood. Tapi, kalau itu terjadi kelak dan harga yang didapat tidak jelek, sentimen terhadap Astra akan membaik.

Dengan latar belakang seperti itu, para analis tidak begitu antusias merekomendasi saham Astra International. Paul Dammkoehler, Kepala Riset Bahana Securities, menilai dengan harga sekarang—Rp 2.700-an (23/7)—saham Astra sudah terlampau mahal. Menurut perhitungannya, EV/EBITDA nilai perusahaan (enterprise value, EV) Astra dibandingkan dengan pen-dapatan mereka sebelum dikurangi biaya bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi adalah sebesar 5,3 kali. Di samping itu, perbandingan antara harga dan laba bersih per saham Astra juga sudah mencapai 20 kali. ”Buat saya, terlalu mahal,” katanya. Namun, kalau untuk trading dengan jangka waktu pendek, boleh-boleh saja

Nikmatnya Enjot-enjotan Astra

10.0 Wib, Senin, 20 September 2001

Jika kurs di bawah Rp 9.500 per dolar AS, Astra bisa untung

Hasbi Maulana, Titis Nurdiana, Sri Sayekti, Ariyanto Widhinugroho
Penguatan rupiah mendatangkan rezeki bagi Astra. Lantas, apa dampak terhadap harga sahamnya?

Sudah suratan saham Astra International untuk diombang-ambing gejolak kurs. Itu terjadi lantaran kelompok industri yang sarat dengan bisnis otomotif itu masih menyisakan utang dalam bentuk valas senilai US$ 800 juta. Makanya, setiap kurs berubah Rp 100 saja, utang mereka pun turun naik sebanyak Rp 80 miliar. Nah, kalau gejolak kurs sampai ratusan perak seperti yang terjadi sekarang, tentu bisa dibayangkan betapa neraca Astra bakal enjot-enjotan. Pada akhir Juni lalu lalu contohnya. Laporan keuangan mereka dihitung dengan asumsi kurs Rp 11.440 per dolar AS. Periode yang sama tahun sebelumnya mereka menggunakan patokan kurs Rp 8.735 per dolar AS. Akibat perbedaan selisih kurs itu, per semester pertama tahun ini Astra harus menanggung rugi kurs sebanyak Rp 2,16 triliun. Kerugian sebesar itu membuat laba usahanya yang mencapai Rp 1,5 triliun seolah tak berarti. Karena itu, Astra mesti menanggung rugi bersih sampai Rp 993 miliar.

Itu memang rapor buruk. Namun, besar kemungkinan angka-angka itu akan berubah warna akhir tahun nanti. Sebab, melihat arah kurs yang saat ini mulai stabil di level Rp 9.000-an, ada harapan rugi kurs Astra bakal jauh berkurang. ”Pak Teddy bilang, jika kurs di bawah Rp 9.500, Astra bisa membukuk`n laba bersih,” tutur Yulian Warman, Senior Manager Deputy Head Public Relation Astra International.

Mungkin, itulah sebabnya sepanjang pekan lalu Astra cukup ramai diperdagangkan. Banyak orang berharap, membaiknya kurs rupiah berdampak positif terhadap laporan keuangan Astra akhir tahun nanti. Nah, pertanyaannya sekarang, apakah penguatan rupiah benar-benar bakal meningkatkan kinerja operasional Astra atau sekadar indah dilihat di atas kertas?

Tak ada pengaruhnya terhadap arus kas
Bagi kebanyakan analis, menguatnya kurs rupiah sampai level sekarang belum bakal berpengaruh banyak terhadap kinerja operasional Astra. Erwan Teguh, dari SG Securities Indonesia, menganggap pendapatan operasional Astra belum akan meningkat. Ketika bulan lalu Astra masih memakai strategi penambahan aksesori tanpa menurunkan harga, margin usaha yang mereka peroleh mungkin lebih lumayan. Namun, strategi itu ternyata tidak bisa diterapkan lebih lanjut, lantaran kompetisi bisnis penjualan kendaraan yang lebih ketat. Astra akhirnya menurunkan harga jual sekitar 3%–8%. Akibat positif dari penurunan harga itu, margin usaha yang diperoleh menjadi normal kembali.

Tapi, sebetulnya, itu masih lebih baik daripada ketika kurs masih berada pada level Rp 11.000-an. Pasalnya, pada saat itu struktur biaya Astra masih menggunakan patokan Rp 9.000-an per dolar sehingga margin usaha yang diperoleh dari bisnis otomotif menipis dengan cukup berarti. Kalau rupiah terus stabil, ada kemungkinan bagi Astra untuk menurunkan harga jual produknya hingga 12%-an. Bisa jadi langkah itu akan sedikit meningkatkan permintaan. ”Tapi, itu kan belum dilakukan,” ujar Erwan.

Pendapat senada juga dilontarkan Ferry Yosia Hartoyo, Direktur Riset Vikers Ballas. Membaiknya kurs rupiah, kata Ferry, memang akan berdampak baik bagi laba bersih Astra. Tapi, tidak akan berpengaruh terhadap arus kas perusahaan. Padahal, saat ini arus kas perlu mendapat perhatian ekstra. Bagaimana tidak? Setiap tahun Astra harus membayar bunga dalam valas saja sekitar US$ 60 juta. Dan, pada akhir 2002 nanti mereka juga kudu membayar cicilan pokok sebanyak US$ 174 juta. Belum lagi, untuk tahun-tahun selanjutnya Astra juga mesti mencicil utangnya. ”Untuk 2002 lungkin aman, entah tahun-tahun berikutnya,” kata Ferry.

Yang juga menarik untuk disoroti adalah menurunnya margin usaha Astra per semester pertama tahun ini, dari 12,1% menjadi 8%. Menurut Ferry, penurunan itu disebabkan oleh restrukturisasi kepemilikan di Astra Honda Motor, yang kini Astra—yang memiliki 50% saham—hanya memperoleh margin dari jaringan distribusi. Asal tahu saja, kendati selama periode itu penjualan sepeda motor Honda meningkat 105,9%, yang dijual lewat Astra hanya 35%-nya. Berkurangnya margin Astra juga disumbang oleh peningkatan biaya pemasaran mobil yang kompetisinya semakin ketat. Singkatnya, bisnis otomotif Astra memang tidak bisa lagi melaju kencang seperti dulu.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya itu, Erwan menganggap nilai wajar Astra hanya sekitar Rp 3.000. Penilaian yang sama juga diberikan Sri Wijayaningrum, analis dari Samuel Sekuritas. Taksiran sebesar itu belum menyertakan kemungkinan penjualan Astratel dan Astra Agro Lestari. Kini saham Astra di bursa masih diperjual-belikan dengan harga Rp 2.500 per saham (10/9). Jadi, memang masih ada peluang untuk mendapatkan untung dari jual beli saham Astra. (Kontan)

Back in Focus

The prolonged economic crisis has prompted many companies to reconfigure their businesses.

IBonWEB.com - The change of political leadership at the end of July 2001 gave cause for hope when the rupiah strengthened against the US dollar. Even though the rupiah has weakened over the past few months, the previous strengthening was good news, particularly for companies that have debt in US dollars.

Jasso Winarto, a capital market analyst, commented there has been little improvement in the first 100 days of Megawati's tenure. In the beginning, many people expected that President Megawati would bring about a marked improvement in the country's economy with the help of her economic "dream team". However, President Megawati's government has yet to make any major achievements, particularly in regard to its intention of kick-starting the ailing economy.

For companies operating in Indonesia, uncertainty on the economic and political fronts has also forced management to think long and hard to find a way out of their problems. One of the problems that must be solved by the many companies is their obligation to repay huge debts this year. The maturity date of both government and private debt this year is a critical step for the country to make good on its recovery program. If the problems cannot be solved in a timely manner, a further perhaps deeper economic crisis must be faced by Indonesia.

Still Good In Difficult Times

United Tractors, a heavy equipment distributor, is one company whose performance has been exemplary, but which is burdened by heavy debt obligations. Established in 1972, the company was initially named Astra Motor Works with Astra International as the majority shareholder. As a supplier of heavy equipment and related services, the company had total assets exceeding Rp5.58 trillion at the end of 200, and gained a reputation as a leading distributor of construction machinery and mining equipment.

Established as a heavy equipment supplier, United Tractors joined with Astra to establish Komatsu Indonesia as a manufacturer and assembler of Komatsu heavy equipment and foundry component. A year later, United Tractors Pandu Engineering was established to manufacture forklifts, transportation equipment and attachments. In 1989, United Tractors went public and listed its shares on the Jakarta and Surabaya Stock Exchanges on September 17, 1989. With 1,545,600,000 listed shares, United Tractors' current shareholder structure is composed of a 50.05% free float and a 49.95% stake by PT Astra
International Tbk.

Currently, the company focuses on three lines of business: namely construction machinery, mining contracting and coal mining, of which construction machinery is the main contributor of revenues as of 2000, as it accounted for almost 50 percent of 2000 revenues. Meanwhile, mining contracting and coal mining contributed 38 percent and 12 percent to revenues, respectively.

In construction machinery, Komatsu, the main brand of United Tractors, held a large market share for the first seven months of this year. "Even though competition is getting tighter, thanks to good cooperation with the principal to provide better support to customers, as of July 2001 Komatsu was still able to hold on to its position as the market leader with 43.2 percent of the total market," said Vice President Director Buntoro Muljono, at a press conference last year. Based on United Tractors' quarterly report in 2001, for the first nine months of 2001 construction machinery recorded revenues of Rp2.24 trillion, or an increase of 24 percent compared to the same period in 2000. Parts and Services that grew by 69 percent drove the revenue growth. However, total equipment sales decreased this year. Lower sales were due to higher competition in a shrinking market on the back the global economic downturn. As a result, gross profit in construction machinery decreased from levels seen in the previous year.

Mining contracting activities of United Tractors are carried out by Pamapersada Nusantara (Pama), which was established in 1989 and which is 100 percent owned by United Tractors. Currently, Pama is engaged in exploration in six coalmines and one gold mine. Thanks to Pama Persada, the division continued to grow this year, recording net revenues of Rp2.29 trillion or 48 percent higher than last year's results. The growth was due to higher production and exchange rate profits. However, Pama recorded lower margins this year due to higher operational costs, such as from the increase in fuel prices and maintenance.

In the company's third business division, coal mining, United Tractors owns a 60 percent stake in Berau Coal. Armadian Tritunggal and Nissho Iwai own the remaining shares, to the tune of 30 percent and 10 percent, respectively. In terms of the division's performance, Berau Coal continued to shine, more than doubling its revenues from September last year. Berau Coal booked revenues of Rp947.7 billion, up from only Rp440.9 billion last year. The increase in revenues was due to better coal prices and also higher coal sales, with production of 5 million tons and exports accounting for 79 percent of the total. However, the cost for opening new areas at Sambarata and higher fuel prices have caused a decrease in the gross profit of Berau Coal compared to last year.

The increase of each division of United Tractors in the first nine months also helped to boost revenues of the holding to a total of Rp5.48 trillion or an increase of more than 44 percent, as compared to the results of the previous year. Gains from foreign exchange rate translation along with higher commodities prices contributed significantly to the company's increased revenues, as most of its revenues are in US dollars.

However, Samuel Sekuritas' Sri Wijayaningrum, a research analyst, commented that although the company's operational performance can be termed as solid, United Tractors must take care of many debt obligations. "This year, the amount of debt that the company must repay by the end of December comes to as much as US$94.3 million and Rp49.8 billion," Wijayaningrum explained. According to Wijayaningrum, the company's liabilities have led to a negative cash flow.

To tackle the debt burden, United Tractors is planning to divest assets in two subsidiaries, Pamapersada Nusantara and Berau Coal. As a part of its liability restructuring, one of the steps that will be taken is through an initial public offering of Pamapersada Nusantara. However, the management of Pamapersada has decided to postpone the initial public offering process. The decision was made based on various considerations, among them the current weakness of the Indonesian stock market. However, it is hoped that the Indonesian economy will turn around some time soon. Weak domestic purchasing power may lead to a lack of liquidity in the secondary market.

Another step to be taken to restructure the company's liabilities is the sale of United Tractors' 60 percent stake in Berau Coal (BC). "The sale of BC represents a rare opportunity to acquire a presence in the Indonesian and Asian coal sector, with substantial reserves and growing capacity with low production costs," stated the President Director of United Tractors, Hagianto Kumala.

Wijayaningrum stated that if the company succeeds in the implementation of its liability restructuring program, United Tractors will focus on its core business, that of construction machinery. Despite an increased focus in this area, the sale of machinery equipment may well decrease, as the rupiah continues to weaken against the US dollar and domestic demand continues to be soft.

Despite the political and economic uncertainty in Indonesia, the implementation of regional autonomy actually appears to be a good opportunity to increase revenues from domestic sales. If each party in the regional authority knows what it should do, local communities will be motivated to increase their investment in infrastructure building to attract investors. Through these activities, United Tractors can maximize sales of construction machinery in the domestic market.

Analyzing the company's fundamentals and the current price of United Tractors' shares, Wijayaningrum recommends the company to middle to long-term as she believes the prospects of the company are strong. KAEZAR MAULANA

Yang Muda memang Selalu lebih Cantik

Prospek saham anak perusahaan Astra
Hasbi Maulana, Ahmad Febrian, Ariyanto Widhinugroho

Beberapa anak perusahaan Astra sudah menyampaikan laporan keuangan inhouse ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hasilnya ada yang cemerlang, ada pula yang pas-pasan. Bagaimana prospek sahamnya?

Penampilan anak kadang lebih yahud ketimbang induknya. Dan itu terjadi pada anak-anak perusahaan Astra. Angka-angka pada baris akhir laporan rugi laba mereka lebih baik ketimbang Astra International. Kalau dalam laporan keuangan yang belum diaudit Astra International membubuhkan angka merah, anak-anak perusahaannya justru bisa menampilkan angka-angka biru.

Anda tentu telah mafhum bahwa kerugian Astra disebabkan oleh rugi kurs yang acap tidak mencerminkan sisi-sisi prestasi operasional sebuah perusahaan. Lantas, kalau begitu, apakah angka-angka bertinta biru pada laporan keuangan anak perusahaan Astra juga mencerminkan kondisi fundamental yang sesungguhnya? Bagaimana pula prospek harga saham-saham mereka di bursa? Simaklah pendapat para analis pasar modal berikut ini:

Astra Graphia (ASGR)
Perusahaan yang sering dianggap sebagai ujung tombak kelompok Astra dalam menerjuni bisnis ekonomi baru (new economy) ini diperkirakan akan berhasil menghimpun laba bersih tahun 2000 sebanyak Rp 20,160 miliar. Angka ini jauh lebih kecil ketimbang laba mereka tahun lalu yang mencapai Rp 64,681 miliar alias terjadi penurunan sebesar 68,8%.
Penurunan laba bersih yang menimpa perusahaan berkode ASGR ini sebenarnya tidak sedrastis penurunan pendapatannya. Kalau pada 1999 ASGR mampu melakukan penjualan hingga Rp 644 miliar lebih, sepanjang tahun lalu mereka hanya meraih omzet Rp 634 miliar lebih. Banyak orang memperkirakan, kemerosotan laba bersih itu disebabkan oleh rugi kurs seperti yang dialami induknya. Bedanya, kalau rugi kurs sang emak mampu menggerus semua hasil peningkatan penjualan, nasib ASGR sedikit lebih baik.

Bagaimana kinerjanya di masa depan? Menurut penuturan seorang analis, ASGR baru saja menjual anak-anak perusahaannya yang berusaha di luar bisnis inti. Anda tentu tahu bahwa bisnis inti ASGR adalah teknologi informasi (TI) dan dokumen. Otomatis, akibat penjualan itu, untuk sementara pendapatan mereka akan berkurang.

Adapun dari prospek industri, beberapa analis masih meragukan masa depan bisnis seperti yang digeluti ASGR. Penurunan penjualan tahun 2000 dibanding dengan tahun sebelumnya, bisa menjadi indikasi belum begitu cerahnya sektor TI sebagai ladang pengumpul duit di Indonesia. Erwan Teguh dari SG Securities Indonesia, misalnya, menganggap model bisnis yang digeluti ASGR belum stabil.

Karena itu, prospek jangka panjangnya juga masih patut dipertanyakan. Jatuh bangunnya beberapa perusahaan yang menggeluti bisnis TI di luar negeri bisa menjadi peringatan awal. Kendati belum tentu ASGR akan bernasib seburuk itu. Tapi, tak ada salahnya investor atau calon investor berhati-hati terhadap saham ini.

Nah, berdasar argumen tersebut, dua analis tadi menganggap saham ASGR untuk sementara ini belum layak dikoleksi. Sekalipun ada yang menaksir tahun ini pendapatannya bakal naik lagi menjadi sekitar Rp 705 miliar. Kenaikan itu mereka nilai sebagai pertumbuhan biasa. Dan yang tak kalah pentingnya, sampai saat ini belum ada kabar dan rencana baru yang bisa mendongkrak kinerja ASGR untuk meloncat lebih tinggi lagi.

Astra Otopart (AUTO)
Bagi beberapa analis, selama ini AUTO dianggap sebagai anak yang paling cemerlang dalam keluarga Astra. Sayangnya, menurut laporan keuangan inhouse yang mereka sampaikan ke BEJ, perusahaan onderdil kendaraan bermotor ini cuma mampu mendapat laba bersih Rp 106,21 miliar. Padahal, pada 1999 lalu, laba bersihnya mencapai Rp 159 miliar lebih.
Seperti halnya sang induk, yang mengalami lonjakan penjualan sepanjang 2000, omzet AUTO juga naik sekitar 40%. Kalau pada 1999 penjualan mereka mencapai 1,56 triliun, pada 2000 lalu terkerek lumayan menjadi Rp 2,1 triliun lebih.

Dibandingkan dengan perusahaan Astra yang lain, perusahaan ini dianggap cukup unggul. Menurut Erwan, AUTO adalah perusahaan onderdil kendaraan dengan harga jual paling murah ketimbang perusahaan lain di kawasan Asia Tenggara. Karena itu, AUTO memiliki peluang untuk bermain di pasar ekspor.

Di pasar ritel onderdil dalam negeri, mereka juga memiliki kekuatan tersendiri terutama setelah memiliki merek "Asphira". Akuisisi merek itu, menurut Sri Wijayaningrum dari Samuel Securities, membantu meningkatkan penjualan sekitar Rp 300 miliar lebih untuk keseluruhan tahun 2000. Selain menjadi pemasok komponen resmi dari merek-merek kendaraan tertentu, onderdil yang mereka bikin juga dijual bebas di pasar sebagai pengganti onderdil rusak.

Salah satu faktor lain yang membedakan dengan induknya, menurut Erwan, AUTO relatif lebih bebas dari pengaruh para pemilik merek dari luar negeri. Terutama Jepang. Hal itu membuat peluang untuk mengembangkan pabrik secara mandiri (tanpa bantuan teknik dari Jepang) semakin lebar. Tahun ini, mereka sudah merencanakan untuk menambah kapasitas produksi baterai (aki).

Sayangnya, seperti halnya Astra yang menjual mobil, kinerja AUTO juga sangat tergantung kepada kondisi perekonomian. Jadi, kondisi ekonomi dalam negeri masih carut-marut seperti sekarang ini ikut menentukan masa depan AUTO. Di saat rupiah terus melemah, kemungkinan pendapatan mereka dari dalam negeri akan berkurang. Maklum, sampai saat ini AUTO belum bisa mengandalkan pasar ekspor.

Di samping itu, pelemahan rupiah juga akan membuat biaya produksi naik. Ini jelas akan menggerus laba yang diperoleh. Tentu saja, mereka bisa mencoba menutupi dengan menaikkan harga jual komponen, tapi hal itu tidak bisa dilakukan dengan leluasa. Soalnya, daya beli masyarakat saat ini juga tidak terlampau kuat.

Akan halnya kemungkinan masuknya industri otomotif asing di Indonesia, menurut seorang analis dari sebuah perusahaan asing, justru akan semakin mempercerah masa depan AUTO.

Sebab, siapa pun yang masuk ke Indonesia, harus menggandengnya karena dialah yang memiliki jaringan pemasaran yang paling luas. Tanpa basa-basi, para analis merekomendasikan beli saham ini. Malah, analis yang enggan disebutkan namanya ini menganggap harga wajar AUTO adalah Rp 2.000 per saham, masih lebih tinggi dari harganya saat ini (1/4) yang baru mencapai Rp 1.375.

Astra Agrolestari (AALI)
Masalah terbesar perkebunan sawit ini adalah turunnya harga crude palm oil (CPO) di pasar dunia yang menjadi komoditas andalan mereka. Biasanya, menurut Sri Wijayaningrum dari Samuel Securities, harga CPO mencapai US$ 450 per ton. Tapi, kini sudah anjlok hingga US$ 190-US$ 200 per ton.

Akibat penurunan tersebut, proyek besar AALI untuk membuat ladang kelapa sawit terbesar, yang dicanangkannya sejak tahun lalu, praktis nyaris gagal. Konon, program ini dipersiapkan untuk menyaingi ladang kelapa sawit milik Grup Sinar Mas. Dari target 20.000 hektare ladang kelapa sawit yang ingin dicapai setiap tahun, realisasinya baru sekitar 7.000 hektare.

Selain masalah harga jual, tahun ini industri CPO juga terancam oleh kemungkinan datangnya kemarau yang disebabkan oleh El Nino. Kurangnya hujan akan membuat panen sawit berkurang. Namun, kondisi itu, menurut analis yang biasa dipanggil Nining ini, justru bisa menguntungkan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit termasuk AALI. Pasalnya, kurangnya panen akan membuat pasokan CPO di pasar juga berkurang. Dengan begitu, kemungkinan besar harga CPO juga akan terangkat kembali. Kendati demikian, Nining tak yakin target manajemen untuk menaikkan pendapatan sampai 20% akan tercapai.

Dari laporan keuangan inhouse yang mereka sampaikan ke bursa, pendapatan AALI sampai akhir 2000 mencapai Rp 1,41 triliun dengan laba bersih Rp 70 miliar. Karena itu, menurut Nining, harga AALI sekarang yang cuma RP 625 termasuk murah. Tapi, mengingat faktor keamanan, risiko dampak kebijakan otonomi daerah, cuaca, serta harga CPO yang masih drop, boleh jadi harga saham AALI sekarang sudah tergolong cukup mahal.